HALUAN.CO – Tidak hanya semur dan rawon saja yang termasuk makanan berkuah berwarna hitam pekat. Kuah hitam manis ini juga melumuri si gabus pucung. Salah satu pilihan kuliner yang bakal nikmat dimakan bersama orang-orang tercinta selama karantina maupun liburan panjang saat ini.
Sebagai makanan asli Betawi yang resepnya telah turun temurun pada beberapa generasi, gabus pucung yang berwarna hitam legam ini perlahan makin ‘menghitam’ dan menghilang. Tak banyak orang di Jakarta yang tahu tentang makanan lezat satu ini. Terlebih hari ini tidak begitu banyak yang menjualnya.
Gabus pucung sendiri termasuk dalam salah satu sajian dalam tradisi budaya Betawi yang berkembang di zamannya. Tradisi itu biasa dikenal dengan istilah nyorog, atau mengantarkan makanan yang dimasak oleh anak untuk diberikan kepada orangtua atau oleh menantu pada mertua. Tradisi itu biasa dilakukan menjelang puasa atau Lebaran sebagai pengikat tali silaturahmi.
Sesuai dengan namanya, gabus pucung merupakan olahan ikan gabus yang digoreng, lalu dimasak dalam kuah kental berwarna hitam. Keberadaan kuliner gabus pucung konon berawal dari ketidakmampuan masyarakat Betawi di zaman kolonial Belanda untuk mengkonsumsi ikan budidaya: seperti ikan mas, mujair, dan bandeng.
Hal itu tentu dikarenakan karena harga dari ikan-ikan hasil budidaya yang begitu mahal. Oleh karena itu, masyarakat Betawi memilih ikan gabus untuk bahan baku utama olahan masakannya yang kelak bakal menjadi gabus pucung, karena harganya jauh lebih murah.
Ikan gabus yang berkembang biak secara liar, hidup di air tawar seperti danau, sungai, rawa-rawa, empang, saluran air, bahkan hingga ke sawah-sawah. Apalagi pada saat itu pucung yang termasuk buah kluwak yang begitu digemari masyarakat Betawi, banyak tumbuh di daerah Betawi tempo dulu seperti Depok dan Cibubur.
Dengan tambahan bumbu maupun rempah seperti cabai, bawang merah, bawang putih, kencur, jahe, dan kunyit; ikan gabus serta pucung itu sendiri mampu diolah menjadi sebuah hidangan yang sangat lezat.
Layaknya sup, gabus pucung ini memang disajikan dengan kuah dan beberapa sayuran seperti wortel, daun bawang, dan kembang kol. Untuk menciptakan aroma khas, irisan daun bawang pun ditambahkan di atasnya. Sedangkan penggunaan pucung atau yang dikenal sebagai buah kluwak ini menjadikan kuahnya berwarna kehitaman.
Kunci kenikmatan gabus pucung terletak pada pemilihan kluwak atau pucung berkualitas terbaik. Selain itu, pengolahan bumbu secara manual juga menjadi rahasia kenikmatan dari gabus pucung itu sendiri.
“Bahan-bahan bumbunya biasanya digoreng dulu seperti kunyit, ada juga buah pucung, bawang merah, bawang putih, kemiri dan cabai rawit. Nanti semuanya ditumbuk jadi satu sampai halus,” kisah Andri pada CNN Indonesia, juru masak di Rumah Makan H. Nasun di Srengseng Sawah yang disebut sebagai salah satu rumah makan yang masih melestarikan kuliner khas Betawi.
Untuk membuatnya jadi sedap, semua bumbu yang disiapkan untuk memasak gabus pucung mesti ditumbuk manual tanpa blender. “Saat menumbuk secara manual, seseorang dapat mengetahui kesegaran dari bahan bumbu yang disediakan,” imbuhnya.
Selain soal bumbu, ikan gabus yang digunakan juga mesti segar. Pasalnya jika ikan gabus tak segar, maka ikan ini akan berbau amis dan membuat tak sedap semua bagian makanan.
Beberapa tempat makanan khas Betawi lain yang menu gabus pucungnya jadi favorit pengunjung ada di Dodol Nyak Mai Jagakarsa dan Dapur Betawi di Pondok Cabe. Selain itu, di pinggiran Jakarta seperti di Bekasi, Jawa Barat, juga masih ada rumah makan khas Betawi yang menyediakan kuliner gabus pucung.
Di tengah penatnya rutinitas harian, cuaca penghujan, ataupun libur panjang, gabus pucung memang bisa menjadi pilihan nikmat untuk menangkal rasa lapar Anda. Terlebih di sisi lain terus menjaga tradisi kuliner khas yang telah turun-temurun resepnya.