HALUAN.CO – Kelompok manusia yang misterius dan sekarang punah, yang disebut Denisovan, telah hidup di atap dunia selama 100.000 tahun atau lebih.
“DNA mitokondria Denisovan yang diekstraksi dari lapisan sedimen di Gua Karst Baishiya di Dataran Tinggi Tibet, menunjukkan bahwa orang-orang yang mirip manusia ini mendiami situs di dataran tinggi sekitar 100.000 tahun yang lalu dan sekitar 60.000 tahun yang lalu,” urai ahli geo-arkeologi Dongju Zhang dari Universitas Lanzhou, Cina, dan rekan-rekannya.
Temuan itu diklaim sebagai contoh pertama DNA Denisovan yang ditemukan di luar Gua Denisova di Siberia.
“Sedimen gua yang kemungkinan berasal dari 50.000 hingga 30.000 tahun lalu juga menghasilkan DNA mitokondria Denisovan,” imbuh para ilmuwan dalam Science 30 Oktober 2020.
Jika penelitian lebih lanjut mengkonfirmasi perkiraan usia, jelas hal itu meningkatkan kemungkinan bahwa Denisovan telah bertahan cukup lama di Dataran Tinggi Tibet untuk bertemu dengan manusia pertama yang mencapai ketinggian sejak 40.000 tahun yang lalu.
Dalam hal ini, manusia purba yang baru mengenal udara tipis di kawasan itu mungkin telah memperoleh sifat genetik yang menguntungkan bagi lingkungan. Hal itu bisa bermula dari kawin dengan penduduk Denisovan.
Orang Tibet masa kini membawa varian gen Denisovan yang membantu kelangsungan hidup di dataran tinggi. Meskipun tidak jelas apakah kawin silang terjadi di Dataran Tinggi Tibet atau tidak.
Kelompok Zhang sebelumnya telah mengidentifikasi fosil rahang bawah dari Gua Karst Baishiya yang berasal dari Denisovan, yang sudah hidup setidaknya 160.000 tahun yang lalu. Analisis itu berfokus pada struktur protein rahang, bukan DNA, yang lantas meninggalkan pertanyaan tentang identitas evolusi temuan itu sendiri.
Dalam studi baru, DNA mitokondria Denisovan di Gua Karst Baishiya, ditemukan di lapisan sedimen yang juga berisi perkakas batu dan potongan tulang hewan. Hal itu menunjukkan hubungan dekat dengan DNA mitokondria Denisovan di Gua Denisova, yang terletak sekitar 2.800 kilometer barat laut situs Dataran Tinggi Tibet.
Secara keseluruhan, temuan baru menunjukkan “bahwa populasi Denisovan tersebar luas di Eurasia timur dan telah beradaptasi dengan Dataran Tinggi Tibet untuk waktu yang lama,” timpal Zhang.
DNA mitokondria biasanya diwarisi dari ibu. Ia memberikan pandangan yang lebih sempit tentang evolusi masa lalu suatu populasi daripada DNA inti, yang diwarisi dari kedua orang tuanya. Kelompok Zhang belum menemukan DNA nuklir Denisovan di sedimen Gua Karst Baishiya.
“Bukti genetik Denisovan masih jarang”, kata ahli paleogenetik Carles Lalueza-Fox dari Institute of Evolutionary Biology di Barcelona. Tetapi bukti DNA Denisovan yang telah diwarisi oleh orang-orang saat ini menunjukkan bahwa Denisovan berkisar dari Dataran Tinggi Tibet yang dingin hingga Asia Tenggara yang tropis.
“Mengingat penyebarannya yang luas di Asia, populasi Denisovan mengembangkan berbagai sifat genetik dan perilaku budaya,” jelas Lalueza-Fox.
Studi kedua dalam edisi Sains sama-sama mendukung gagasan itu. DNA inti yang diekstrak dari fosil dua Homo sapiens Asia kuno, di mana satu berasal dari sekitar 34.000 tahun yang lalu di Mongolia dan yang lainnya sekitar 40.000 tahun yang lalu di Cina, termasuk segmen yang diwarisi dari garis tertentu Denisovan.
Segmen genetik itu ditemukan di daratan Asia saat ini. Tetapi berbeda dari DNA Denisovan yang tampaknya diwarisi oleh orang Papua dan Aborigin Australia modern, dari nenek moyang yang kawin dengan populasi Denisovan lain.