in

Tari Piring, Alat Memuja Dewa Berubah jadi Hiburan di Acara Penting

Tari Piring, Tari Tradisional Sumatera Barat. Foto: kabarananh

Salah satu warisan budaya Sumatera Barat (Sumbar) adalah memuja dewa dengan tari piring. Sehingga tari piring menjadi salah satu identitas Sumatera Barat.

Tari piring dari Sumbar tak hanya digunakan sebagai ajang promosi wisata atau pengisi acara kebudayaan. Terdapat sejarah dan makna dari tarian ini, dirangkum dari beberapa sumber.

Dahulu, tari piring digunakan untuk pemujaan kepada Dewi Padi atas hasil panen yang melimpah. Karena itu, tarian ini dianggap bentuk rasa syukur akan karunia panen. Saat tarian disuguhkan, disajikanlah beberapa hidangan.

Namun, sejak agama Islam masuk Sumbar, ritual persembahan dengan tari piring berubah. Tari piring bukan menjadi alat menyembah dewa lagi, tapi digunakan sebagai hiburan pada pesta atau acara budaya Minang.

Tarian itu biasanya disuguhkan pada penobatan pengulu, penobatan gelar pendekat, acara kelahiran, pernikahan, peresmian, penyambutan tamu dan acara budaya lainnya.

Diperkirakan, tari piring sudah ada sejak beberapa abad lalu, yakni 800 tahun lalu. Gerakan tari piring sangat bersemangat.

Para penari meletakkan dua piring di kedua telapak tangan kemudian diayunkan secara cepat dengan gerakan tegas sesuai irama atau ketukan. Penari juga biasanya menggunakan cincin di jarinya untuk membuat piring berdenting mengiringi gerakannya yang lincah.

Pada bagian akhir, penari biasanya memecahkan piring dengan mengadunya di telapak tangan. Kemudian mereka menari di atas pecahan piring tersebut. Ada juga kreasi penari piring bergerak melompat-lompat menari di atas pecahan sembari mengayunkan piring.

Ada beragam tari piring, di antaranya gerak pasambahan, singanjuo lalai, mencangkul, mengiang, membuang sampah, memagar, menyemai, gerak mencabut benih, gerak bertanam, gerak melepas lelah, gerak mengantar juadah, gerak mengambil padi, menggampo padi, menganginkan padi, mengikir padi, membawa padi, menumbuk padi, gotong royong, menampih padi hingga menginjak pecahan kaca.

Penari biasanya berjumlah ganjil, mulai dari tiga orang. Musik terdiri dari kombinasi alat musik talempong dan saluang. Tempo alunan musik awalnya lembut dan teratur, namun lama kelamaan berubah menjadi lebih cepat.

Seiring waktu, tari piring mulai dikreasikan hingga menarik ditonton. Begitu juga dengan alunan musik dan pakaian penarinya. Yang melakukan kreasi ini adalah sanggar-sanggar tari besar di Sumatera Barat.