in

Kisah Saung Angklung Udjo yang Mendunia, Terpaksa Rumahkan Pekerja

Saung Angklung Udjo. Foto: Shutterstock

Saung Angklung Udjo (SAU) merupakan sanggar tersohor hingga mancanegara dan membuat publik Indonesia bangga. Upaya sanggar tersebut sukses memperkenalkan alat musik angklung khas Jawa Barat ike penjuru dunia.

Salah satu terobosan mendiang Mang Udjo adalah memodifikasi notasi nada angklung dari Pentatonis ke Diatonis (tujuh nada) seperti alat musik macam gitar atau piano. Masyarakat umum pun bisa memainkan musik tertentu dengan instrumen angklung, bahkan bisa dilakukan beberapa orang secara serempak.

Berkat itu, Saung Angklung Udjo di Bandung kerap kebanjiran pengunjung yang penasaran untuk memainkan angklung. Bahkan, turis mancanegara pun ikut meramaikannya.

Namun, situasi berubah 180 derajat di masa pandemi virus Corona (Covid-19). Saung Udjo yang pernah turut dikunjung juara MotoGP Marc Marquez itu terancam tutup.

Pemasukan berkurang dari kunjungan akibat dari pembatasan aktivitas masyarakat. Destinasi wisata berbasis seni dan budaya di Kota Bandung itu semakin terseok-seok dalam memenuhi operasional.

Direktur PT SAU Taufik Hidayat Udjo mengungkapkan, jumlah kunjungan ke SAU menurun drastis sejak Maret 2020 lalu. Biasanya para tamu di SAU berasal dari turis mancanegara dan siswa-siswi sekolah dari berbagai daerah di Indonesia.

“Biasanya tamu 2.000 orang per hari, sekarang 20 orang per minggu saja sulit,” tutur Taufik, Kamis (21/1/2021).

Karena penurunan kunjungan itu, sebagian besar pekerja dan pengrajin dari total 1.000 yang menggantungkan hidupnya di saung yang beralamat di Jalan Padasuka itu terpaksa dirumahkan.

Mayoritas mereka yang kehilangan mata pencaharian merupakan masyarakat sekitar, mulai dari seniman hingga pengrajin angklung dan penyedia suvenir.

“Sekarang semuanya itu 90 persen lebih berhenti total. Logikanya sekarang siapa yang mau pakai? Kan angkung itu biasanya dipakai sifatnya massal [grup],” ucap Taufik.

Salah satu yang paling terdampak adalah produksi angklung. Aktivitas produksinya terhenti lantaran terbentur dengan pembatasan kegiatan masyarakat. Peminatnya sangat sepi.

“Mulai berhenti produksi ya sekitar Maret sudah mulai. Sempat ramai untuk Agustus karena ada proyek pengadaan dengan pemerintah. Tapi setelah itu tidak produksi lagi,” beber Taufik.

Pusat kerajinan bambu dan workshop untuk alat musik bambu di SAU sendiri sebelum pandemi memproduksi angklung hingga ke mancanegara. Produksinya pernah diekspor ke beberapa negara di Asia seperti Korea Selatan hingga ke Amerika Serikat.

“Paling tidak hampir 5.000 pcs per bulan. Tapi sudah lama terhenti, jadi sekarang ini pengrajin berhenti memproduksi (angklung). Ada yang berjualan, ada yang berkebun,” ungkap Taufik.