in

Mengenal Rekristalisasi, Metode Daur Ulang Limbah Medis dari LIPI

Limbah medis di tengah Covid-19. Foto: Antara

Limbah medis seringkali menumpuk, apalagi di tengah pandemi Covid-19. Hal itu mengingat penggunaan masker yang menjadi sebuah kewajiban sebagai bagian dari protokol Kesehatan.

Limbah medis berupa masker sulit untuk didaur ulang. Sehingga limbah tersebut akan menghasilkan sampah mikroplastik yang dapat menganggu ekosistem laut.

Kini, sudah ada metode sebagai upaya untuk mengatasi limbah medis agar tidak semakin menumpuk dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Metode ini dinilai efektif dan mudah diterapkan untuk mendaur ulang sampah plastik medis.

Peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI, Sunit Hendrana mencoba berinovasi melalui metode pengolahan sampah plastik yang disebut rekristalisasi. Penelitian ini dilakukan sejak pertengahan tahun 2020.

“Metode rekristalisasi mudah dilakukan, karena dapat dilakukan tanpa proses sterilisasi terlebih dulu,” ungkap Sunit dalam webinar virtual yang dilaksanakan oleh LIPI bertajuk ‘Jangan Buang Maskermu!: Pengelolaan Limbah Masker di Masa Pandemi COVID-19’, Selasa (16/2/2021).

Metode rekristalisasi memiliki berbagai keunggulan fitur. Di anataranya tingginya kemurnian produk daur ulang sehingga dapat digunakan lagi.

Selain itu, memiliki potensi memisahkan kandungan logam bebas dan potensi konsumsi energi yang lebih rendah sehingga sterilisasinya dapat dilakukan dalam rangkaian proses daur ulang.

Rekristalisasi ini meliputi tahapan-tahapan mulai pemotongan plastik (bila diperlukan), pelarutan plastic, pengendapan pada antipelarut dan penyaringan. Metode ini juga dilakukan pada suhu yang sesuai dengan sifat kelarutan plastik yang dimaksud.

Proses rekristalisasi memungkinkan terjadinya degradasi sangat rendah, karena tidak adanya shear (geser) dan stress (tekanan) seperti pada proses daur ulang biasa. Ini menghasilkan plastik kristal yang dapat digunakan kembali dengan kualitas yang sangat baik.

“Metode kristalisasi dapat diterapkan pada hampir semua jenis plastik, seperti polipropilena (PP), polietilana (PE), polistirena (PS), polivinilklorida (PVC), polikarbonat (PC), dan polimetil metakrilat (PMMA),” jelas Sunit.

Sunit mengharapkan, hasil penelitian ini dapat diterapkan dan berguna untuk menyelesaikan masalah sampah medis akibat pandemi Covid-19 yang melanda dunia. Dirinya juga berkomitmen untuk tetap menjaga ekosistem lingkungan melalui daur ulang sampah plastik medis. Tujuannya, agar sampah plastik dapat berkurang.