in

Psikolog Sebut Drama Kerajaan Berdampak Positif bagi Mental

Drama kerajaan Korea. Foto: Shutterstock

Drama bertema kerajaan atau masa lampau tak salah jika memiliki banyak banyak penggemar. Drama yang banyak berkisah tentang kehidupan masa lampau ini disebut memiliki dampak positif terhadap kesehatan mental penontonnya.

Pakar psikologi media sekaligus Direktur the Media Psychology Research Center di California, Dr Pamela B Rutledge mengatakan, drama dari periode lawas lebih banyak berkisah soal hubungan antar manusia, masyarakat, dari kisah cinta hingga perjuangan. Kisah ini yang disebut memberikan dampak positif bagi penonton.

“Kisah ini semacam latihan penerbangan bagi kehidupan. Mereka menunjukkan kepada kita cara menghadapi berbagai hal universal dari cinta, pengkhianatan, penebusan, kejujuran, keadilan, pengorbanan, transformasi,” ungkap Rutledge, dilansir CBC.

“Karakternya biasanya memiliki pola dasar: sosok pahlawan, rekan, penjahat, dan pembimbing. Dan cerita yang bagus memungkinkan pemirsa dibawa ke dalam narasi dan mengalami cerita tersebut  melalui identifikasi karakter yang memungkinkan keterlibatan emosional,” paparnya.

Rutledge juga menyebut, serial dan drama bertema kerajaan dan lawas mampu menciptakan rasa keterlibatan di dalamnya sehingga penonton merasa seperti berpartisipasi secara emosional, meskipun hanya sebagai penonton.

“Mereka memungkinkan kita untuk mengalami emosi yang ekstrem tanpa ancaman yang sesungguhnya ada,” papar Rutledge.

Sejalan dengan Rutledge, akademisi psikologi Universitas at Buffalo, New York, Dr Shira Gabriel menyebut manfaat positif yang dirasakan penonton bisa dirasakan dengan sejumlah kondisi.

“Selama orang menggunakannya sebagai bagian dari hidup mereka dan bukan seluruh hidup mereka – yang dilakukan oleh sebagian besar orang, itu bisa menjadi hal positif,” ujar Gabriel.

Menurut Gabriel, televisi menyediakan cara yang bebas risiko dan murah untuk merasa terhubung dengan orang lain serta terhibur. Penelitian yang ia lakukan menunjukkan, ketika penonton merasa terhubung dengan cerita drama kerajaan, maka serial itu akan membuat penonton merasa menjadi bagian dari masyarakat dalam cerita itu.

“Kita menjadi seorang murid di Hogwarts [Harry Potter] atau menjadi anggota dari Keluarga Kerajaan [The Tudors, The Crown]. Walaupun kita tahu secara logika kita bukan bagian dari mereka, tapi kita merasa kita bagian mereka,” ungkap Gabriel.

Gabriel melanjutkan, manusia butuh merasakan koneksi atau keterhubungan. Meskipun, seringkali secara spesies manusia belum berevolusi untuk membedakan antara hubungan nyata dan narasi yang disajikan dalam drama.

“Pikiran kita bergeser untuk memasukkan kelompok tersebut dalam narasi sebagai bagian dari diri kita,” beber Gabriel yang dalam penelitiannya.

Lebih lanjut, rasa bahagia yang dirasakan penonton dipengaruhi dari rasa kepemilikan dan kepentingan dalam dunia yang dirasakan oleh penonton sebagai “hasil” dari cerita yang ditonton. Hal itu yang kemudian membuat penonton merasa lebih baik akan kehidupannya.

“Plus, mereka juga bisa membuat kita merasa lebih pintar,” jelas Gabriel.

Rutledge mengatakan, koneksi sosial di sekitar media merupakan cara yang kuat untuk menjalin persahabatan melalui minat yang sama. Acara yang biasanya populer sering menjadi bahan topik berbagi antara sesama teman sesama penggemar.

Hal itulah yang menciptakan rasa kebersamaan komuni dan berafiliasi di dalamnya dan memperluas pengalaman penonton, dari sekadar menonton menjadi kehidupan yang terasa nyata bagi penggemar.

“Drama periode memiliki beberapa kualitas yang menarik: mereka berfokus pada estetika sebuah periode,” kata Rutledge.

“Bahkan ketika mereka [kreator] mencoba menambahkan unsur realisme, itu tidak pernah serumit kehidupan nyata. Fokusnya tetap pada karakter. Pengaturan dan kostum menciptakan rasa nostalgia dan gagasan romantis di waktu yang berbeda,” lanjutnya, masih dikutip CBC.