Sejumlah wilayah di Yogyakarta mengalami hujan es yang turun pada Rabu (3/3/2021) siang. Sebelum bongkahan-bongkahan es menghujani rumah warga, sejumlah wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta dilanda hujan lebat disertai angin yang sangat kencang.
Fenomena tersebut menghebohkan warga. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pun memberikan penjelasan terkait fenomena melanda Yogyakarta tersebut.
Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, Reny Kraningtyas dalam siaran persnya mengatakan hujan es bersifat sangat lokal dengan radius sekitar 2 km. Hujan es ini terjadi sebagai dampak pertumbuhan awan Cumulonimbus lebih dari 10 km.
“Hujan es adalah fenomena alam biasa dan biasanya terjadi bersamaan saat hujan lebat,” ungkap Reny dalam keterangan persnya, Rabu (3/3/2021).
Reny menjelaskan bahwa saat udara hangat, lembab dan labil terjadi di permukaan bumi, maka pengaruh pemanasan bumi yang intens karena radiasi matahari akan mengangkat massa udara tersebut ke atmosfer.
Sampai di atmosfer, massa udara tersebut selanjutnya akan mengalami pendinginan. Setelah terjadi kondensasi, lalu akan terbentuk titik-titik air yang terlihat sebagai awan Cumulonimbus (Cb).
Karena kuatnya energi dorongan ke atas saat terjadi proses konveksi, maka puncak awan sangat tinggi sampai mencapai freezing level atau tingkat pembekuan.
“Freezing level ini (selanjutnya) terbentuk kristal-kristal es dengan ukuran yang cukup besar,” papar Reny.
Lebih lanjut Reny menjelaskan bahwa saat awan sudah masak dan tidak mampu menahan berat uap air, itu menyebabkan hujan lebat akan turun disertai es. Es yang turun kemudian bergesekan dengan udara, sehingga mencair dan saat sampai ke permukaan tanah, ukuran bongkahan es tersebut menjadi lebih kecil.
“Ke depan potensi hujan es masih akan terjadi hingga berakhirnya masa pancaroba pada April 2021 mendatang,” beber Reny.