in

Cara Jepang Buang Air Radioaktif Fukushima ke Laut

Ilustrasi reaktor nuklir. Foto: iStockphoto

Jepang telah menemukan cara untuk membuang lebih dari satu juta ton air radioaktif dari stasiun nuklir Fukushima yang hancur ke laut. Operator pembangkit listrik Tokyo Electric Power Company Holdings Inc (Tepco) disebut membutuhkan waktu sekitar dua tahun untuk benar-benar dapat membuang air tersebut ke laut.

Untuk diketahui, Tepco telah berurusan dengan air radioaktif tersebut sejak gempa bumi dan tsunami melanda stasiun nuklir Fukushima tahun 2011. Perusahaan telah menggunakan sistem pompa dan pipa darurat untuk menyuntikkan air ke dalam bejana reaktor yang rusak untuk menjaga batang bahan bakar uranium yang meleleh agar tetap dingin.

Dikutip dari Reuters, Rabu (14/4/2021), Tepco pertama-tama akan menyaring air yang terkontaminasi radioaktif untuk menghilangkan isotop agar hanya menyisakan tritium, isotop radioaktif hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.

Selanjutnya, Tepco akan mengencerkan air tersebut sampai tingkat tritium turun di bawah batas yang ditentukan, lalu memompanya langsung ke laut.

Air yang mengandung tritium sebenarnya secara rutin dilepaskan dari pembangkit nuklir di seluruh dunia. Di Fukushima pembuangan air yang terkontaminasi ke laut telah memiliki regulasi.

Tritium selama ini tidak begitu berbahaya karena tidak mengeluarkan energi yang cukup untuk menembus kulit manusia. Namun pada 2014, sebuah artikel Scientific American menyebut, tritium dapat meningkatkan risiko kanker ketika tertelan.

Sebelum membuang air tercemar, Tepco juga berencana membangun infrastruktur dan memperoleh persetujuan peraturan. Selain itu, harus menggelontorkan uang sebanyak US$912,66 juta atau Rp13 triliun per tahun menyimpan air itu.

Pembuangan air akan memakan waktu puluhan tahun untuk diselesaikan dengan proses penyaringan dan pengenceran bergulir, seiring dengan rencana penghentian pabrik.

Kelompok aktivis anti-nuklir Greenpeace mengatakan, pemerintah Jepang seharusnya membangun lebih banyak tangki untuk menampung air tercemar tersebut daripada memilih opsi membuang ke laut karena lebih murah.

Serikat nelayan di Fukushima juga mendesak pemerintah agar tidak membuang air terkontaminasi itu ke laut. Oktober 2020 lalu, kepala serikat perikanan Jepang mengatakan, melepaskan air tersebut akan menjadi bencana bagi industri.

Sementara itu, Korea Selatan menilai langkah tersebut dapat membawa dampak langsung dan tidak langsung pada keselamatan warganya dan lingkungan sekitarnya.