Salah satu spesies mamalia yang paling terancam punah di dunia adalah badak Sumatera. Di tahun 2021 saja, diprediksi kurang dari 100 ekor badak Sumatera yang tersisa.
Minimnya populasi juga membuat khawatir para peneliti karena dengan kondisi tersebut badak berpotensi untuk melakukan perkawinan sedarah. Perkawinan sedarah keragaman genetik badak bisa menjadi makin terbatas yang dapat berakibat pada kesehatan spesies maupun keturunannya sendiri.
Namun penemuan dalam sebuah studi dari Center for Palaeogenetics di Stockholm ternyata mengungkapkan hasil yang menarik. Peneliti menemukan jika populasi terakhir badak Sumatera justru menunjukkan tingkat perkawinan sedarah yang sangat rendah, seperti dikutip dari Phys, Rabu (28/4/2021).
Temuan ini pun menjadi sebuah kabar baik, karena artinya masih ada waktu untuk melestarikan keanekaragaman genetik spesies tersebut. Hasil studi tersebut terungkap setelah melakukan pengurutan genom dari 21 spesimen modern dan historis.
Melalui pengurutan tersebut peneliti dapat menyelidiki kesehatan genetik pada badak yang hidup hari ini serta populasi yang baru saja punah.
“Yang mengejutkan, kami menemukan tingkat perkawinan sedarah yang relatif rendah dan keragaman genetik yang tinggi pada populasi saat ini di Kalimantan dan Sumatera,” ungkap Johanna von Seth, Ph.D. mahasiswa di Pusat Paleogenetik dan juga salah satu penulis studi.
Selain itu peneliti juga menemukan bahwa ada banyak mutasi yang berpotensi berbahaya dalam genom badak-badak yang membuat kemungkinan buruk di masa depan.
Hasil studi pun menjadi sebuah peringatan keras atas kemungkinan yang segera terjadi pada populasi tersisa di Kalimantan dan Sumatera. Jika perkawinan sedarah meningkat, dua populasi yang tersisa tersebut dapat menderita penyakit genetik.
“Temuan kami memberikan jalan akan penyelamatan sebagian besar keanekaragaman genetik spesies,” kata Love Dalén, profesor genetika evolusioner di Pusat Paleogenetika.
Untuk meminimalkan risiko kepunahan, peneliti menyebut populasi badak harus ditingkatkan. Salah satu cara yang disarankan peneliti adalah tindakan seperti pertukaran gen dengan translokasi individu atau inseminasi buatan.
Lebih lanjut, peneliti menyebut pula bahwa teknologi pengurutan genom modern ini pun bisa menjadi solusi konverasi untuk spesies yang terancam punah di seluruh dunia.
Studi yang telah dipublikasikan di jurnal Nature Communications ini didukung oleh National Genomics Infrastructure di SciLifeLab Swedia dan kolaborasi peneliti di beberapa negara berbeda.