Cedera merupakan hal yang bisa ditemui sehari-hari dalam karier para atlet. Tak jarang para atlet harus berjuang untuk menghadapi cedera, terlebih jika tergolong parah dan membutuhkan perawatan lama.
Bukan hanya atlet, mereka yang gemar berolahraga pun bisa mengalaminya saat program latihan fisik. Tahap penyembuhan awal segera terjadi setelah trauma cedera berakibat pada respon inflamasi. Ini dapat berlangsung dari hanya beberapa jam hingga beberapa hari, tergantung pada sifat cederanya.
Peradangan atau inflamasi ini sangat penting untuk memulai penyembuhan yang optimal, karena proses ini berfokus pada penyediaan antioksidan dan antiinflamasi yang secara alami bisa didapat melalui pemilihan makanan.
Atlet yang mengalami cedera berat sehingga memerlukan pembedahan harus mendapatkan nutrisi khusus sebagai dampak alami atas respon fisiologis dalam penyembuhan luka. Dalam keadaan ini, jaringan otot yang tidak aktif dalam 36 jam bisa hilang dan lebih signifikan lagi pada hari ke 5.
Pada dasarnya, tujuan rehabilitasi nutrisi adalah menyediakan kalori dan protein yang cukup untuk membantu penyembuhan luka dan mencegah hilangnya massa tubuh tanpa lemak (Lean Body Mass/LBM).
Melakukan pengukuran antropometri secara teratur selama fase ini akan menunjukkan seberapa efektif proses penyembuhan tersebut. Bahkan atlet dengan cedera yang lebih ringan semisal kram otot, atau cedera pergelangan kaki juga memerlukan perhatian nutrisi khusus.
Untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori, BMR (Basal Metabolic Rate) harus diukur melalui kalorimetri karena mencerminkan energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis. Tingkat metabolisme kemudian harus memasukkan kalori tambahan selama proses rehabilitasi seperti yang diperkirakan dengan menggunakan sebuah faktor stres.
Faktor stres ini dapat meningkatkan kebutuhan energi metabolik sekitar 20 persen dari cedera ringan dan operasi hingga 100 persen untuk cedera yang lebih parah seperti luka bakar. Yang menjadi kesimpulan di sini adalah kondisi cedera menuntut lebih banyak asupan energi harian, terutama bagi seorang atlet.
Cedera ini juga yang kadang membuat atlet harus menjalani pemulihan waktu pendek hingga panjang, tergantung kadarnya. Maka asupan nutrisi dapat meningkatkan proses pemulihan dan penyembuhan secara optimal sehingga sangat penting untuk menggabungkan strategi nutrisi dalam tahap penyembuhan.
Respon fisiologis terhadap luka, imobilisasi (pembatasan gerak tubuh), dan cedera traumatis dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan komposisi makronutrien (karbohidrat, protein, lemak), kalori konsumsi, dan pengelolaan nutrisi serta penggunaan suplemen makanan tertentu bila diperlukan.
Proses ini termasuk juga proses identifikasi kebutuhan kalori untuk memastikan kebutuhan energi terpenuhi. Asupan protein yang lebih tinggi, dengan perhatian khusus pada konsumsi hariannya, akan membantu meminimalisir hilangnya fungsi otot dan kekuatan tubuh selama imobilisasi.
Proses rehabilitasi juga membutuhkan perencanaan nutrisi yang kuat guna meningkatkan pemulihan cedera. Biasanya jika sudah memasuki proses rehabilitasi, maka atlet profesional akan ditemani pelatih, fisioterapis, hingga ahli kesehatan.
Hal tersebut berkaitan tentunya dengan nutrisi yang akan didapat. Mereka akan berdiskusi bagaimana asupan makanan dapat memaksimalkan proses terapi dan nantinya bakal meruju ke ahli diet profesional.
Hal ini juga yang dilakukan oleh atlet renang Indonesia Siman Sudartawa saat menjalani persiapan jelang Kualifikasi Olimpiade 2020. Cedera tentu tidak dapat dihindari, tapi Siman selalu berupaya untuk menjaga diri dengan asupan nutrisi.
Ingin mencoba cara Siman menjaga diri dari cedera? Silakan, sebab nutrisi seimbang bukan hanya untuk atlet namun juga untuk semua orang.