Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memberi penjelasan soal viralnya Matahari terbit dari utara di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel). Dalam rekaman video yang mengarahkan kamera ke arah matahari menyebut pada pagi hari sekitar pukul 8 tampak Matahari terbit dari utara yang seharusnya di timur, Kamis (18/6/2021).
Kepala Sub Bidang Produksi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Siswanto menjelaskan peristiwa itu terkait dengan gerak semu tahunan matahari (GSTM). GSTM membuat Matahari tidak selalu tepat terbit di arah timur, tapi seolah-olah terbit semakin ke utara atau ke selatan tergantung bulan tertentu.
Menurutnya, GSTM sendiri disebabkan revolusi bumi, yaitu gerak putar bumi pada orbitnya mengelilingi matahari. Namun, poros Bumi ketika mengelilingi Matahari tidak tegak lurus, melainkan miring 23,5 derajat.
Sehingga, menyebabkan gerak semu seolah-olah Matahari bergerak lebih ke utara atau selatan, terutama jika diamati dari khatulistiwa seperti dari kawasan Indonesia.
“Pada 22 Desember-21 Juni matahari seolah-olah bergeser ke belahan Bumi utara dan pada 22 Juni-21 Desember matahari seolah bergerak ke arah belahan Bumi selatan. Ini juga yang menyebabkan kadang-kadang seolah-olah Matahari terbit seperti dari arah agak utara atau selatan,” ungkap Siswanto, Jumat (18/6/2021).
Selain menyebabkan pergeseran arah terbit matahari, GSM juga menyebabkan terjadinya perubahan musim atau iklim di sejumlah tempat di muka bumi. Perubahan musim ini berdampak pada wilayah yang ada di lintang tinggi, menengah, dan tropis.
Siswanto menjelaskan, pada saat matahari seolah bergerak ke arah utara, maka belahan Bumi di utara tentu akan mendapatkan sinar Matahari lebih banyak yang mengakibatkan munculnya musim semi atau musim panas di utara.
Sedangkan bagian Bumi sebelah selatan akan kekurangan sinar matahari sehingga muncul musim gugur ataupun musim dingin di belahan Bumi selatan. GSTM ke utara ini terjadi antara 21 Maret hingga 23 September tiap tahun, dengan titik puncak pada 21 Juni.
Begitu pula dengan sebaliknya, jika matahari seolah bergerak ke selatan Bumi, maka bagian selatan Bumi yang mendapat banyak sinar matahari lebih banyak akan mengalami musim panas dan bagian utara tidak mendapat sinar yang cukup musim dingin. GSTM ke arah selatan terjadi pada 23 September hingga 21 Maret tiap tahun, dengan puncak pada 22 Desember.
Sama halnya dengan negara-negara di belahan bumi utara dan selatan, negara yang berada di kawasan tropis juga akan mengalami pergantian musim akibat gerak semu tahunan matahari. Namun bedanya negara beriklim tropis tentu tidak mengalami 4 musim, melainkan hanya memiliki 2 musim akibat adanya pengaruh dari angin muson akibat revolusi bumi tadi.
Ketika GSM berada tepat di khatulistiwa, maka kawasan Indonesia mengalami apa yang dikenal dengan peristiwa hari tanpa bayangan yang biasa terjadi sekitar Maret dan September tiap tahun.
Dikutip dari buku Ilmu Pelayaran Astronomi untuk ANT-III dan IV, GSTM juga menyebabkan perbedaan panjang waktu siang dan malam di berbagai belahan Bumi. Pada belahan Bumi selatan, siang hari akan lebih panjang antara 23 September hingga 21 Maret. Sementara di belahan Bumi utara siang hari akan lebih panjang pada 21 Maret hingga 23 September.
Terdapat dua jenis gerak semu Matahari (GSM), yakni GSM tahunan dan harian. GSM tahunan menyebabkan pergantian musim seperti telah dijelaskan sebelumnya. Sementara GSM harian mengakibatkan adanya pergantian siang dan malam di planet Bumi.
Pergerakan ini dikatakan semu sebab bagi pengamat di Bumi yang tampak bergerak adalah Matahari. Padahal kenyataannya, “pergerakan” Matahari yang nampak oleh pengamat di Bumi terjadi akibat gerak Bumi terhadap Matahari. Gerak rotasi Bumi menyebabkan GSM harian, sementara revolusi Bumi menyebabkan GSM tahunan.