in

Yazilikaya, Kuil Tempat Mempelajari Alam Semesta di Zaman Kuno

Yazilikaya. Foto: Luwian Studies

Kuil bernama Yazilikaya dibangun oleh elit masyarakat Het, sebuah kerajaan yang mendominasi wilayah yang sekarang menjadi Turki pada 1700 dan 1100 SM. Yazilikaya adalah kuil terbuka dan merupakan salah satu situs terpenting Kekaisaran Het.

Sisa-sisa ibu kota Het attuša dapat ditemukan di dekat desa modern Bogazkale di Turki tengah. Yazilikaya letaknya tak jauh dari ibu kota tersebut.

Tidak jelas mengapa orang Het membangun Yazilikaya atau untuk apa mereka menggunakannya. Banyak ide telah diajukan. Misalnya, bahwa salah satu ruang digunakan dalam upacara tahun baru, dan yang lainnya adalah makam raja Het.

Teka-teki fungsi kuil tersebut menarik perhatian peneliti untuk mempelajarinya. Pada tahun 2019, Eberhard Zangger, dari Luwian Studie, sebuah yayasan nirlaba internasional dan rekannya Rita Gautschy di Universitas Basel di Swiss menyarankan, bahwa beberapa ukiran dewa mungkin merupakan kalender, yang dapat melacak tahun matahari dan penanggalan lunar. Namun intepretasi itu disambut skeptis.

Namun kini, Zangger menggunakan pendekatan baru saat mempelajari kuil tersebut. Zangger mempertimbangkan apa arti relief batu yang banyak terdapat di kuil bagi orang Het.

Berdasarkan studi yang dipublikasikan di Journal of Skyscape Archaeology, kuil yang dibangun lebih dari 3000 tahun lalu di Turki tersebut rupanya tak hanya berfungsi sebagai monumen keagamaan, melainkan digunakan untuk mempelajari alam semesta.

“Ada banyak konotasi dengan nama-nama dewa dan pengaturan serta kelompoknya. Kami kira cukup mudah untuk mempelajarinya ternyata kami mengerjakannya selama tujuh tahun,” ungkap Zangger, melansir New Scientist, Selasa (22/6/2021).

Ia pun berpendapat bahwa relief-relief itu memiliki makna simbolis yang berkaitan dengan dunia bawah, bumi, dan langit. Hal tersebut merupakan gambaran dari bagaimana penciptaan terjadi.

Lebih lanjut, orang Het juga menyoroti bintang sirkumpolar yang tak pernah tenggelam di bawah cakrawala. Itu tergambar di kuil, di mana terdapat satu kelompok dewa yang mewakili bintang-bintang tersebut.

Aspek kosmologi lain yang ditemukan di kuil adalah ukiran seperti kalender yang mencerminkan pandangan siklus alam, seperti siang menjadi malam, bulan menjadi purnama, dan musim dingin menjadi musim panas.

Efrosyni Boutsikas dari University of Kent di Canterbury, Inggris menyebut ide tersebut masuk akal. Budaya lain mulai dari Mesopotamia hingga Mesoamerika jauh, menggunakan monumen keagaman untuk menghubungkan kehidupan terestrial dengan alam semesta yang lebih luas.

Namun, Boutsikas hanya khawatir bahwa banyak intepretasi terhadap gambar di kuil tak didasarkan pada teks Het yang tak banyak bicara tentang astronomi. Sebaliknya, para peneliti sering menggunakan teks dari masyarakat Mesopotamia.