in

Ternyata Letusan Gunung Toba 74.000 Tahun Silam Tak Pengaruhi Kehidupan Manusia

Ilustrasi gunung meletus. Foto: Shutterstock

Gunung berapi Toba yang terletak di Sumatera Utara meletus sekitar 74.000 tahun silam. Letusan gunung berapi itu disebut sebagai letusan gunung berapi terbesar selama 2 juta terakhir. Dampaknya bisa dibilang luar biasa karena menyebabkan gangguan iklim dahsyat di banyak wilayah di dunia.

Meski begitu, peristiwa itu menyisakan pertanyaan besar. Terutama, seperti apa dampak letusan gunung Toba purba ini terhadap evolusi manusia. Hal tersebut penting dipelajari untuk memahami bagaimana perubahan lingkungan memengaruhi evolusi manusia.

Kini sebuah studi mengungkap bahwa letusan besar gunung berapi Toba ini ternyata tak memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap manusia yang hidup pada zaman itu. Studi terkait telah dipublikasikan dalam jurnal PNAS.

“Kami tahu letusan ini terjadi. Dan pemodelan iklim masa lalu menunjukkan konsekuensi iklim yang parah. Tetapi catatan arkeologi dan paleoklimat dari Afrika tak menunjukkan respons yang begitu dramatis,” beber Benjamin Black penulis utama studi dari Rutgers University, dilansir dari phys.org, Selasa (6/7/2021).

Dalam studinya, peneliti menganalis 42 simulasi model iklim global yang mungkin terjadi akibat letusan Toba. Mereka kemudian memvariasikan besarnya emisi belerang, waktu tahun letusan, keadaan iklim, dan ketinggian injeksi belerang untuk membuat penilaian probabalistik dari letusan gunung.

Simulasi menunjukkan pendinginan di Belahan Bumi Utara setidaknya 4 derajat Celcius dengan pendinginan regional setinggi 10 derajat Celsius, tergantung parameter model.

Sebaliknya, di bawah kondisi letusan yang paling parah, pendinginan di Belahan Bumi Selatan-termasuk wilayah yang dihuni oleh manusia purba, menunjukkan tidak melebihi 4 derajat Celsius.

Hasil tersebut menjelaskan bahwa efek letusan super gunung Toba tak terlalu mematikan pada perkembangan hominid di Afrika. Seperti yang kita ketahui, teori menyebut bahwa manusia berasal dari Afrika.

Lebih lanjut, pendekatan simulasi ini pun dapat digunakan untuk lebih memahami letusan eksplosif masa lalu dan masa depan.

“Pekerjaan kami bukan hanya analisis forensik akibat letusan Toba 74.000 tahun yang lalu. Tapi juga sarana untuk memahami ketidakrataan efek letusan yang sangat besar terhadap masyarakat saat ini,” unglap Dr Anja Schmidt, rekan penulis dari University of Cambridge.

“Pada akhirnya, ini akan membantu mengurangi bahaya lingkungan dan sosial dari letusan gunung berapi di masa depan,” tambah Schmidt.