Sebuah situs fosil kuno di Spanyol menjadi saksi tiga periode atas kekeringan ekstrem yang pernah melanda Bumi. Di dalam situs tersebut ditemukan ribuan fosil hewan, dari badak, nenek moyang jerapah, hingga kuda.
Sembilan juta tahun yang lalu, lubang berair di tempat yang kini disebut Spanyol, menjadi tempat perlindungan pertama sekaligus peristirahatan terakhir untuk gerombolan kuda nil, badak, kuda, dan kucing gigi pedang.
Lusinan hewan-hewan mati akibat kelaparan, dehidrasi karena bencana kekeringan selama tiga periode di akhir zaman Miosen. Hal tersebut diungkap studi yang telah diterbitkan dalam jurnal Palaeogeography, Palaeoclimatology, Palaeoecology. Sisa-sisa fosil hewan-hewan ini dengan cepat terkubur lagi saat hujan turun.
“Meskipun mereka (fosil hewan) berusia lebih dari 9 juta tahun, mereka sangat terpelihara,” beber David Martin-Perea, pemimpin studi, ahli paleontologi di National Natural Sciences Museum di Madrid, dilansir dari Live Science, Rabu (4/8/2021).
Di situs tersebut, tak hanya menemukan fosil hewan dari mamalia besar seperti badak hingga kuda, Martin-Perea dan timnya juga menemukan berbagai sisa-sisa fosil hewan yang tampak rapuh dari katak, tikus dan burung dan bahkan dua janin kuda, di situs kuno Spanyol itu.
Situs kuno tersebut diyakini sebagai tempat tinggal atau habitat bagi ribuan spesies hewan di selama zaman Miosen akhir, di wilayah selatan yang sekarang menjadi Madrid. Dulunya, kawasan ini merupakan campuran hutan dan padang rumput, dihiasi dengan banyak lubang air berupa cekungan dengan dasar batuan kapur dan lumpur.
Pada tahun 2007, para penambang menemukan harta karun tulang di tempat yang ternyata menjadi salah satu petunjuk keberadaan lubang berair kuno ini. Sejak saat itu, para ahli paleontologi telah menemukan ribuan fosil tulang hewan yang terkubur di sembilan situs kuno yang berjarak 30 kilometer di luar Madrid, Spanyol.
Penelitian baru difokuskan pada salah satu situs tersebut, yang disebut Batallones-10. Situs kuno tersebut adalah lubang berair dan menampung tiga lapisan tulang fosil yang berbeda.
Situs ini seperti kuburan bagi para hewan-hewan di masa lalu. Sebab ada hampir 9.000 fosil dari puluhan spesies hewan yang telah ditemukan di satu situs tersebut. Di dalam campuran tersebut terdapat sisa-sisa 15 mamalia besar, seperti kuda yang sudah punah, mastodon, badak, rusa kesturi, dan sapi.
Lima dari mamalia besar itu merupakan karnivora, yang mana dua spesies di antaranya adalah kucing gigi pedang, kerabat hyena, mustelid (kerabat musang, luak, dan berang-berang modern) dan ailurid (kerabat panda merah modern yang sudah punah).
Para ahli paleontologi ini juga menemukan bahwa situs ini juga menampung spesies yang belum pernah dilihat sebelumnya, Decennatherium rex, jerapah mirip okapi, yakni nenek moyang jerapah.
Kematian Hewan Akibat Bencana Kekeringan
Kehadiran amfibi dan kura-kura di lokasi situs kuno ini menunjukkan bahwa kawasan ini merupakan oasis basah di sekitar padang rumput di sekitarnya. Tulang-tulang tersebut menunjukkan sedikit tanda-tanda pemangsaan, pemulungan atau penginjak-injak, menunjukkan bahwa mereka dikubur cukup cepat setelah hewan-hewan itu mati.
Dengan menyatukan petunjuk-petunjuk yang mereka temukan di situs itu, tim peneliti ini pun menyimpulkan bahwa hewan-hewan tersebut mati pada tiga periode yang berbeda, yakni penyebab utamanya karena kekeringan.
“Situs itu merupakan ‘contoh buku teks’ dari kumpulan fosil yang disebabkan oleh kekeringan,” papar Martín-Perea dikutip dari Live Science.
Ada beberapa bukti sehingga Martin-Perea dan timnya menyimpulkan bahwa kematian mereka akibat kekeringan.
Bukti pertama berasal dari analisis gigi hewan yang mengungkapkan rincian tentang apa yang mereka makan dan minum dari waktu ke waktu. Hal ini menunjukkan bahwa situs tersebut berada di daerah yang mengalami periode kekeringan musiman.
Bukti kedua, banyaknya hewan yang mati dalam waktu singkat di dekat sumber air, dan fosil yang ditemukan menunjukkan bahwa banyak spesies yang biasanya tidak dapat ditemukan, berkumpul bersama di satu tempat.
Selain itu, indikator geologi lainnya, seperti karakteristik endapan mineral dari lingkungan semi-kering, menunjukkan bahwa ini adalah tempat yang rawan kekeringan.
Para penulis studi ini juga mengungkapkan bahwa hewan-hewan yang mati sebagian besar masih cukup muda. Hewan-hewan muda memiliki lebih sedikit cadangan untuk digunakan ketika masa-masa sulit, dan mereka adalah yang pertama mati dalam pengamatan kekeringan modern.
Martin-Perea mengatakan bahwa langkah selanjutnya dalam penelitian ini yakni menggali lebih dalam kawasan situs kuno tersebut. Sebab, di dekatnya, situs serupa memiliki lapisan fosil yang lebih dalam yang mungkin masih menyimpan lebih banyak kucing gigi pedang dan karnivora lainnya.