in

Bukan Hitam atau Biru, Terungkap Warna Alam yang Sebenarnya

Ilustrasi alam semesta. Foto: Thinkstock

Ternyata, warna paling dominan pada alam semesta bukan hitam atau biru. Para peneliti menyebut bahwa warna krem yang paling dominan. Mereka juga memberi nama khusus buat warna itu yakni krem kosmik atau cosmic latte.

Sebelumnya warna alam semesta yang dinilai paling dominan adalah warna yang berada di antara biru toska atau pirus. Warna ini merupakan hasil studi dari Ivan Baldry dan Karl Glazebrook dari Universitas John Hopkins di Baltimore, Maryland, Amerika Serikat, yang dipublikasikan pada 2002 silam.

Setelah ditelusuri, ternyata dijumpai kesalahan perhitungan di dalam program yang dibuat, sehingga dikoreksi menjadi krem (beige).

Warna krem inilah yang menjadi warna paling dominan di alam semesta yang kemudian diberi nama krem kosmik atau nama resminya cosmic latte, dinamakan berdasarkan warna latte (kopi susu/cafe au lait) yang cenderung krem.

Mereka mengumpulkan sampel cahaya dari 200.000 galaksi yang memancarkan spektrum berbeda-beda dan mengolahnya ke dalam sebuah program komputer yang dapat menentukan spektrum tunggal rata-rata dari alam semesta, atau disebut juga spektrum kosmik.

Spektrum kosmik inilah yang kemudian dipersepsikan sebagai warna yang paling dominan di alam semesta, seandainya seluruh bintang di alam semesta dapat diamati oleh mata manusia pada jarak yang sama dari Bumi.

Spektrum yang dipancarkan oleh masing-masing galaksi sudah diolah terlebih dahulu dengan meniadakan efek pergeseran merah (redshift) atau efek Doppler pada gelombang elektromagnetik dikarenakan jarak masing-masing galaksi yang cukup jauh dari Bumi, sehingga spektrum yang diambil sampelnya adalah spektrum yang dipancarkan langsung dari galaksi alih-alih spektrum yang diterima oleh pengamat di Bumi.

Penelitian yang dipublikasikan di The Astrophysical Journal ini menghitung cahaya yang datang dari 200.000 galaksi yang berjarak hingga 2 milyar tahun cahaya dari Bumi dan dikombinasikan menjadi satu spektrum singular yang merepresentasikan alam semesta.

Dengan metode tersebut kedua peneliti itu menghasilkan kesimpulan tentang warna yang dominan di alam semesta.

Krem kosmik saat ini masih menjadi warna yang mendominasi di alam semesta. Meskipun demikian, spektrum kosmik yang awalnya cenderung berwarna biru tidak sepenuhnya kurang tepat juga.

Alami Perubahan

Alam semesta beserta isinya selalu mengalami perubahan. Ketika bintang mula-mula terbentuk, cenderung berwarna kebiruan sehingga warna yang mendominasi alam semesta adalah biru. Seiring berjalannya waktu, bintang-bintang akan semakin meredup dan membengkak menjadi raksasa merah.

Warna yang mendominasi alam semesta akan semakin bergeser ke arah merah. Kelak, ketika seluruh bintang di deret utama (kecuali katai merah dan katai coklat) berevolusi menjadi raksasa merah, warna tunggal yang mendominasi alam semesta adalah merah.

 

Dan ketika raksasa merah ini meledak menjadi supernova dan menghasilkan lubang hitam, warna yang mendominasi alam semesta adalah “hitam” karena seluruh cahaya sudah diserap seluruhnya oleh lubang hitam dan tidak akan lolos.

Dilansir dari situs Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), warna diartikan sebagai spektrum elektromagnetik yang dipantulkan ke mata kita. Di dalam mata kita terdapat tiga sel kerucut dan satu sel batang. Semuanya berada di bagian retina di belakang bola mata kita.

Setiap sel kerucut peka terhadap tiga warna yaitu: merah, hijau, dan biru. Sedangkan sel batang peka terhadap intensitas cahaya yang lebih rendah.

Spektrum cahaya termasuk salah satu dari spektrum elektromagnetik yang masih bisa diamati oleh manusia. Memiliki rentang panjang gelombang dari 400 hingga 700 nanometer. Ungu memiliki panjang gelombang yang paling pendek, sedangkan merah memiliki panjang gelombang paling panjang.

Seperti dilansir Livescience, bintang dan galaksi menghasilkan gelombang radiasi elektromagnetik yang dibagi menjadi beberapa grup.

Dari gelombang yang paling pendek ke paling panjang, grup tersebut adalah sinar gamma, sinar X, cahaya ultraviolet, cahaya tampak (kasatmata), radiasi inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio.

Spektrum yang kasatmata dari bintang atau sebuah galaksi adalah gabungan dari kecerahan dan panjang gelombang dari cahaya bintang atau galaksi tersebut. Yang kemudian bisa digunakan untuk menentukan warna yang mendominasi dari bintang atau galaksi tersebut, ucap Baldry.