in

Hidrogen Meningkat di Atmosfer Akibat Perbuatan Manusia, Begini Penjelasan Ilmuwan

Atmosfer bumi. Foto: NASA

Para Ilmuwan belum lama ini menemukan adanya peningkatan hidrogen (H2) di atmosfer. Peningkatan tersebut diperkirakan terjadi karena aktivitas manusia.

Hidrogen molekuler adalah komponen alami dari atmosfer akibat pemecahan formaldehida yang juga merupakan produk sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti knalpot dan pembakaran biomassa.

Terdapat peningkatan hidrogen akibat aktivitas manusia ini mencapai 70 persen selama abad ke-20. Fakta ini ditemukan ketika ilmuwan menganalisis sampel udara yang terperangkap dalam inti es di Antartika yang dibor, dilansir dari Science Alert, Rabu (15/9/2021).

Sampel udara antara tahun 1852 hingga 2003 tersebut menunjukkan hidrogen atmosfer melonjak dari 330 bagian per miliar menjadi 550 bagian per miliar.

Studi yang telah diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America (PNAS) ini merupakan studi hidrogen pertama yang diambil dari sesuatu yang solid.

“Udara yang menua terperangkap dalam tumpukan salju abadi di atas lapisan es, dan pengambilan sampelnya memberi kita perhitungan komposisi atmosfer yang sangat akurat dari waktu ke waktu,” jelas John Patterson, ilmuwan Bumi dari University of California Irvine, menjelaskan penyebab peningkatan hidrogen di atmosfer.

Permasalahannya, lonjakan emisi hidrogen tetap terjadi meskipun undang-undang polusi udara baru-baru ini berusaha untuk mengekang emisi bahan bakar fosil, sehingga kemungkinan terdapat kebocoran gas industri yang menjadi penyebabnya.

Belum lagi beberapa emisi knalpot yang telah dikurangi dalam beberapa tahun terakhir dengan penggunaan catalytic converter, yang seharusnya dapat menurunkan emisi hidrogen.

Karenanya, Patterson mengatakan kemungkinan terdapat sumber gas non-otomotif atau kebocoran industri yang diremehkan selama ini dan jarang dipertimbangkan.

Menjelaskan peningkatan hidrogen di atmosfer, menurut Patterson, selama ini tidak ada yang secara langsung mengukur berapa banyak kebocoran hidrogen karena proses ini, tetapi perkiraan awal menunjukkan hasilnya bisa signifikan.

Ilmuwan memperkirakan adanya tingkat kebocoran sebesar 10 persen antara tahun 1985 dan 2005 yang menyumbang sekitar setengah dari kenaikan emisi hidrogen saat ini.

Jika hidrogen bocor dari industri, ilmuwan khawatir hal tersebut dapat meningkatkan masa pakai metana di atmosfer, gas rumah kaca yang 20 kali lebih kuat dari karbon diosksida.

Hidrogen tidak memerangkap panas di atmosfer dengan sendirinya sehingga secara tidak langsung dapat berdampak pada distribusi metana dan ozon. Setelah karbon dioksida, metana dan ozon merupakan dua gas rumah kaca yang juga dapat menganggu iklim.

Namun, ilmuwan kembali memperkirakan kemungkinan kebocoran industri akan memiliki dampak iklim yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan hidrogen akibat proses sistem energi berbasis bahan bakar fosil.

Kendati demikian, mereka tidak dapat memastikan dari mana kebocoran tersebut berasal dan perlu penelitian lebih lanjut, terutama pada proses hidrogen hijau (hidrogen elektrolisis) yang dihasilkan dari sumber tenaga terbarukan seperti energi surya atau angin tanpa emisi karbon.

Meskipun disarankan oleh ilmuwan iklim dan pencinta lingkungan, kemungkinan kebocoran besar karena proses hidrogen hijau juga dapat terjadi suatu hari nanti.

Saat ini, ilmuwan sedang berusaha untuk menemukan sumber misterius hidrogen yang tampaknya terlewatkan untuk diteliti selama ini. Sehingga jika ternyata terdapat kebocoran hidrogen akibat industri, masa depan hidrogen hijau memiliki masalah baru yang harus dipecahkan.