in

Temuan Homo Bodoensis Disebut akan Perjelas Silsilah Nenek Moyang Manusia

Temuan Homo Bodoensis disebut akan ubah sejarah nenek moyang manusia. Foto: IFL Science

Sejarah manusia zaman purba mengalami perkembangan dengan adanya temuan-temuan baru. Keberadaan Homo Bodoensis misalnya, akan mengubah sejarah nenek moyang manusia.

Tim ilmuwan internasional mengajukan kasus untuk mengklasifikasikan temuan spesies baru manusia punah, Homo bodoensis, yang merupakan nenek moyang langsung dari kita, manusia modern, seperti dikutip dari IFL Science, Minggu (31/10/2021).

Dalam jurnal Evolutionary Anthropology Issues News and Reviews, identifikasi baru mereka adalah penilaian ulang terhadap fosil-fosil yang ditemukan di Afrika dan Eurasia yang berasal dari 774 ribu hingga 129 ribu tahun yang lalu.

Tahun tersebut adalah periode waktu penting kemunculan spesies kita sendiri, yaitu Homo sapiens di Afrika dan Homo neanderthalensis di kerabat terdekat manusia, di Eropa.

Pada periode ini, Pleistosen Tengah, sering disebut ‘kekacauan di pertengahan’ karena begitu banyak klasifikasi spesies yang diragukan dan diperdebatkan.

Dari diagram ‘Evolusi Manusia’ klasik, pemahaman evolusi manusia saat ini bukanlah silsilah keluarga yang rapi, tetapi perjalanan yang terjalin dan berantakan dan ada kesenjangan pengetahuan yang begitu besar. Para peneliti berharap silsilah yang berantakan itu bisa dijernihkan oleh penelitian terbaru ini.

Tim ilmuwan berpendapat bahwa banyak fosil Eurasia dan Afrika dari Pleistosen Tengah sebelumnya telah diberi label sebagai Homo heidelbergensis, dianggap oleh beberapa orang sebagai nenek moyang terbaru antara manusia modern dan Neanderthal, atau Homo rhodesiensis, spesies yang sangat mirip dengan H. heidelbergensis.

Dalam studi baru, tim mengajukan ide bahwa sebagian besar fosil ini bisa hanya dapat didefinisikan sebagai spesies H. bodoensis.

Mereka berpendapat bahwa H. heidelbergensis adalah label yang berlebihan karena banyak yang ditemukan sebagai Neanderthal awal, bukan spesies induk manusia modern dan Neanderthal.

Lebih jauh lagi, nama tersebut tidak memperhitungkan fosil hominin lain dari Asia timur sekitar waktu ini. Sama halnya dengan label H. rhodesiensis, label ini dianggap masih kurang jelas dan tidak diterima secara luas oleh palaeoanthropolog.

Nama itu juga menimbulkan beberapa kontroversi karena hubungannya dengan Cecil Rhodes, seorang imperialis Inggris abad ke-19 yang terkenal, raja pertambangan, dan politisi yang memainkan peran utama dalam kengerian kolonial Afrika selatan.

Sedangkan nama bodoensis, merujuk pada lokasi di mana salah satu fosil ditemukan di Bodo D’ar, Ethiopia. Di bawah klasifikasi baru, H. heidelbergensis dan H. rhodesiensis akan efektif dihilangkan.

Sebaliknya, H. bodoensis akan digunakan untuk menggambarkan sebagian besar manusia Pleistosen Tengah dari Afrika, serta beberapa di Eropa Tenggara. Tim berpendapat, fosil yang tersisa di Eurasia dapat direklasifikasi sebagai Neanderthal.

Tentu saja, tidak semua orang setuju dengan pendekatan ‘satu ukuran untuk semua’ ini. Namun, tim berpendapat itu adalah langkah yang diperlukan untuk mengatasi kekacauan silsilah dan membuatnya lebih mudah untuk berkomunikasi tentang waktu penting dalam sejarah hominin ini.

“Berbicara tentang evolusi manusia selama periode ini menjadi tidak mungkin karena kurangnya terminologi yang tepat yang mengakui variasi geografis manusia,” kata Dr Mirjana Roksandic, penulis utama studi dan paleoantropolog di University of Winnipeg.

Menurut Roksandic, menamai spesies baru adalah perkara besar, karena Komisi Internasional untuk Tata Nama Zoologi mengizinkan perubahan nama hanya di bawah aturan yang ditetapkan dengan sangat ketat.

“Kami yakin yang satu ini akan bertahan lama, nama takson baru akan hidup hanya jika peneliti lain menggunakannya,” tegas Rocksandic.