Lubang hitam kerap disebut objek mengerikan yang ada di alam semesta. Peneliti pun menilai bahwa lubang hitam sulit dideteksi, karena warna hitam pekatnya serupa dengan kehitaman ruang di sekitarnya.
Oleh karena itu, lubang hitam merupakan rahasia alam semesta yang masih terus dikaji sampai sekarang.
Sementara itu, para astronom hanya dapat menemukan mereka pada situasi tertentu, seperti saat lubang hitam tengah menarik gas dari bintang sekitarnya maupun melebur bersama, kemudian melepaskan gelombang gravitasi atau riak dalam struktur ruang dan waktu.
Anda mungkin penasaran dengan jumlah lubang hitam di alam semesta. Sebenarnya, ada berapa banyak lubang hitam di alam semesta? Para astronom harus menggunakan perhitungan teoritis untuk membuat perkiraan agar dapat menjawab pertanyaan tersebut.
Melalui studi yang baru-baru ini dipublikasikan di The Astrophysical Journal, peneliti melaporkan jutaan lubang hitam kecil yang belum terdeteksi, sebagaimana dikutip dari Live Science, Minggu (21/11/2021).
Artinya, ada sekitar 1 persen dari keseluruhan benda-benda di alam semesta yang terhubung dengan lubang hitam.
Lubang hitam di alam semesta dapat terbentuk dari bintang mati. Jadi, untuk mengetahui berapa banyak lubang hitam di alam semesta, para peneliti harus mengambil beberapa pemodelan evolusi galaksi selama miliaran tahun dari sejarah terbentuknya kosmik.
Sementara, galaksi adalah sistem masif yang terikat dengan gaya gravitasi, dan terdiri atas bintang, gas, debu medium antarbintang, serta materi gelap.
Jumlahnya pun tak hanya satu saja, beberapa galaksi yang telah diteketahui antara lain Galaksi Bima Sakti, Tadpole, Black Eye, Sombrero, dan Galaksi Whirpool.
Galaksi merupakan rumah bagi bintang-bintang, dan evolusi yang terjadi sangat memengaruhi seberapa banyak jumlah setiap jenis bintang yang muncul di dalamnya. Misalnya, beberapa galaksi dapat terus membentuk bintang baru per tahunnya.
Sedangkan pada galaksi lainnya yang mungkin telah bergabung, memicu putaran formasi bintang yang sangat tinggi untuk membakar habis mereka.
Kemudian untuk menghitung jumlah lubang hitam, para astronom melakukan pengamatan statistik galaksi yang diketahui melalui waktu kosmik, di mana alam semesta akan terlihat sama dari setiap tempat pada waktu kosmik yang sama.
Mereka mencatat tren secara total dari tingkat penggabungan galaksi dan demografi. Selain itu, menurut astronom ‘metalik’ galaksi atau logam yang merupakan ukuran elemen selain hidrogen dan helium di dalam galaksi menjadi faktor lain agar penghitungan lubang hitam dapat dilakukan.
Sederhananya, galaksi yang lebih besar mempunyai gas yang lebih banyak untuk membentuk lebih banyak bintang. Banyaknya kandungan logam akan meningkatkan pendinginan gas, yang akhirnya mengefisiensikan galaksi dalam menghasilkan bintang baru.
Simulasi pembentukan lubang hitam
Dengan model penelitian yang dimiliki, para astronom akan mudah mengetahui berapa banyak jumlah bintang kecil, bintang sedang, dan bintang besar yang tersebar di alam semesta. Tak berhenti sampai di situ, peneliti harus melacak evolusi dari kematian bintang-bintang.
Maka dari itu, mereka melakukan eksperimen simulasi pembentukan lubang hitam dengan menghubungkan sifat-sifat bintang tertentu melalui massa dan logamnya, dari saat bintang hidup hingga bintang mati.
Hasilnya, hanya sedikit bintang terbesar yang diteliti membentuk lubang hitam. Lewat simulasi tersebut, astronom juga mengetahui persentase bintang yang mati setiap tahunnya.
Langkah selanjutnya adalah melacak evolusi sistem biner, sebab lubang hitam dapat menyuplai makanan berupa gas bagi bintang kembar hingga mereka bisa berkembang.
Para astronom memperkirakan seiring bertambahnya usia lubang hitam, maka mereka terus memakan gas di sekitarnya.
Namun, pada kasus lubang hitam yang bergabung bersama memerlukan perhitungan yang lebih akurat, artinya para astronom harus memperkirakan tingkat penggabungan lubang hitam di setiap galaksi.
Diakui para astronom, mereka mampu melacak populasi lubang hitam selama miliaran tahun dengan menyatukan semua bagian yang telah diketahui.
Mereka menghasilkan sebuah ‘fungsi massa’, yakni semacam perhitungan astronomi yang dapat melaporkan berapa banyak jumlah dari setiap ukuran lubang hitam yang ada pada suatu waktu.
Bagi mereka, bukan hal yang mengejutkan jika lubang hitam terbesar atau lubang hitam supermasif, jauh lebih jarang ditemukan daripada lubang hitam yang lebih kecil.
Peneliti menemukan, bahwa setiap 3,26 juta tahun cahaya di alam semesta terdapat lubang hitam yang berukuran sekitar 50 juta kali besar matahari. Meski sangat langka, setidaknya ada satu lubang hitam supermasif yang dimiliki setiap galaksi.