Beberapa hewan memiliki kemampuan mengeluarkan racun atau bisa untuk melindungi dirinya dari ancaman atau untuk menaklukkan mangsa. Racun dan bisa yang dimiliki hewan kerap dianggap sama, padahal keduanya memiliki perbedaan.
Meski demikian, hewan-hewan tertentu bisa menjadi hewan yang berbisa dan beracun pada saat yang sama.
Dilansir dari National Geographic, hewan berbisa dan beracun sama-sama menggunakan racun, zat yang menyebabkan efek fisiologis berbahaya dan substansial dalam dosis kecil, untuk mempertahankan diri atau menaklukkan mangsa.
Tetapi, hewan berbisa, seperti tawon, mengirimkan racun mereka dengan cara melukai hewan lain, seringkali melalui taring, penyengat, atau tulang belakang.
Sebaliknya, hewan beracun mengeluarkan racunnya secara pasif, biasanya melalui kulit, ketika makhluk lain menyentuh atau menelannya, seperti yang dilakukan katak beracun.
David Nelsen, ahli biologi di Southern Adventist University, Tennessee mengatakan, spesies beracun hanya menyebarkan racun mereka secara defensif untuk menghindari ancaman predator. Inilah sebabnya racun melewati sistem pencernaan melalui luka ke tubuh.
Ketika ditelan oleh predator, racun ini menyebar ke seluruh tubuh dengan cepat, menyebabkan sakit sementara atau kematian, bergantung pada racun dan dosisnya.
Ikan buntal, misalnya, sangat mematikan karena neurotoksin yang ada di kulit dan organ mereka yang lebih beracun daripada sianida.
Uniknya, banyak hewan beracun tidak memproduksi racunnya sendiri, melainkan mengambilnya dari sumber di lingkungan mereka.
Contohnya, ikan buntal mendapatkan tetrodotoxin dari bakteri laut. Kemudian, ada ulat kupu-kupu raja yang memakan tanaman milkweed beracun, yang memberi mereka racun di masa dewasa.
Salah satu hewan paling beracun di dunia katak racun emas Kolombia (Phyllobates terribilis) mengonsentrasikan batrachotoxin, mungkin dari kumbang kecil dalam makanannya, dan mengeluarkannya dari kelenjar di kulit.
Satu ekor katak racun emas Kolombia dapat menghasilkan racun yang cukup untuk membunuh beberapa orang.
Metode yang populer bagi banyak makhluk berbisa untuk mengeluarkan racun adalah dengan gigitan beracun. Laba-laba dan ular, misalnya, mengeluarkan racun mereka melalui taring berlubang yang dapat mematikan sistem saraf dan peredaran darah mangsanya.
Beberapa kadal, termasuk komodo raksasa, memiliki air liur yang berbisa. Solenodon, mamalia langka mirip tikus dari Karibia, juga memiliki gigitan berbisa.
Keong laut kerucut menggunakan gigi yang dimodifikasi sebagai tombak berbisa untuk menjerat mangsa kecil, tetapi dapat menyuntikkan racun yang cukup untuk membunuh hewan yang lebih besar.
Hewan berbisa lainnya menyuntikkan racun mereka dengan sengat atau tulang belakang, seperti ikan batu, yang menyimpan racun di tulang belakang sirip punggungnya, atau katak Greening, yang menggunakan duri kecil di kepalanya untuk menyerang pemangsa.
Dalam kasus yang jarang terjadi, hewan tertentu dapat menjadi berbisa dan beracun pada saat yang bersamaan.
Contohnya adalah ular kobra yang menggigit dan menyemprotkan racun yang menyakitkan dan dapat membutakan mata berkat pori-pori di taringnya. Hal ini membuat ular kobra juga menjadi hewan yang beracun.
Beberapa ular di Asia Tenggara memiliki gigitan berbisa serta memakan kodok beracun, mencuri racun amfibi tersebut, dan mengeluarkannya di kelenjar leher mereka. Dengan demikian, jawaban untuk “apakah ular berbisa atau beracun?” adalah mungkin keduanya.