Selena Gomez mengalami gangguan emosional pada 2018 yang membuatnya harus menjalani terapi perilaku dialektis, suatu bentuk terapi bicara, untuk mengelola depresi dan kecemasan. Dan dalam sebuah wawancara dengan InStyle, pelantun Who Says itu merenungkan seberapa jauh perjalanannya.
“Saya sadar bahwa dunia kecil saya rumit, tapi gambarannya jauh lebih besar daripada hal-hal yang saya tangani. Saya memiliki masalah dengan depresi dan kecemasan, dan saya merasa sulit menjadi diri saya sendiri,” katanya dilansir People, Jumat (7/1).
Gomez awalnya tak mau berbicara tentang perjuangan kesehatan mentalnya di sosial media karena dia menyadari bahwa hidupnya penuh dengan keberuntungan. Tapi akhirnya, dia terus menerus menghadapi depresi. Jalan terbaik yang ia pilih adalah beristirahat dari semua platform sosial media.
“Pada satu titik Instagram menjadi seluruh dunia saya, dan itu benar-benar berbahaya. Beristirahat dari sosial media adalah keputusan terbaik yang pernah saya buat untuk kesehatan mental saya. Saya membuat sistem di mana saya tidak tahu kata sandi saya,” katanya.
Namun kebencian dan perbandingan tidak hilang begitu saja setelah ia tidak memegang ponsel. Ada saatnya perasaan aneh itu datang, tapi saat ini ia mengaku memiliki hubungan yang jauh lebih baik dengan diri sendiri.
Penyanyi 29 tahun itu mengatakan bahwa terapi juga membuat perubahan besar dalam kesehatan mentalnya. “Saya sangat percaya pada terapi, dan saya selalu merasa sangat percaya diri saat saya merawat diri saya sendiri,” kata dia.
Kadang-kadang dia harus melewatkan berkumpul dengan teman-temannya saat pikirannya sedang tidak baik-baik saja. Dia tak ingin teman-temannya merasakan imbasnya. “Saya suka berada di antara teman-teman saya dan merayakan semua orang. Tapi saya harus memastikan bahwa saya baik-baik saja. Karena jika saya tidak baik-baik saja, aku tidak bisa baik-baik saja untuk orang lain,” lanjut mantan kekasih Justin Bieber tersebut.
Walau awalnya enggan bicara tentang kesehatan mentalnya, kini ia menjadikan topik tersebut sebagai bagian utama dari kariernya. Dia sering membicarakannya dalam wawancara dan berupaya menciptakan kurikulum yang bisa diajarkan di sekolah untuk membantu anak-anak menjadi lebih terbuka tentang perasaan mereka.