in

Mengetahui Warna Matahari yang Sebenarnya, Bukan Kuning atau Jingga

Ilustrasi Matahari. Foto: Shutterstock

Jika ditanya “apa warna Matahari?”, mungkin sebagian besar orang akan menjawab kuning. Pada setiap ilustrasi, lukisan, dan sebagainya, Matahari pun kerap digambarkan dengan warna kuning yang cerah dan bercahaya.

Namun, apakah warna Matahari benar-benar kuning? Atau bintang raksasa ini memiliki warna lainnya?

Dilansir dari National Aeronautics and Space Administration (NASA), persepsi manusia tentang warna dipengaruhi oleh panjang gelombang cahaya yang dipancarkan.

Intensitas cahaya yang dipancarkan, faktor lingkungan, kemampuan serta keterbatasan mata untuk mengumpulkan cahaya, dan, tentu saja, otak.

Jadi, untuk mengetahui warna Matahari yang sebenarnya, dimulai dengan pembahasan panjang gelombang cahaya. Seperti halnya semua materi, Matahari memancarkan “spektrum benda hitam” yang dipengaruhi oleh suhu permukaannya.

Spektrum benda hitam adalah kontinum radiasi pada banyak panjang gelombang berbeda yang dipancarkan oleh benda apa pun dengan suhu di atas nol mutlak.

Untuk Matahari, kurva benda hitam atau “Fungsi Papan” ini adalah kurva halus berbentuk lonceng yang melibatkan radiasi elektromagnetik (EM) pada berbagai panjang gelombang dari inframerah yang sangat panjang hingga panjang gelombang ultraviolet yang sangat pendek.

Selama peristiwa suar Matahari yang sangat panas, eksplosif, dan berenergi tinggi, Matahari juga memancarkan radiasi sinar-x dan sinar gamma dalam jumlah besar, yakni lebih dari 100 MeV energi dan hingga 10 32ergs energi selama beberapa detik.

Suar Matahari besar ini merupakan ledakan besar di atmosfer Matahari yang disebabkan oleh pelepasan energi medan magnet secara tiba-tiba dan cenderung terjadi mendekati maksimum Matahari.

Suar juga mempercepat plasma partikel bermuatan ke kecepatan tinggi hingga menghasilkan emisi radio. Jadi, Matahari sebenarnya memancarkan energi pada semua panjang gelombang dari radio hingga sinar gamma.

Tetapi, seperti yang bisa dilihat pada gambar di atas, ia memancarkan sebagian besar energinya sekitar 500 nm, yang dekat dengan cahaya biru-hijau. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa Matahari berwarna biru-hijau.

Frekuensi radiasi maksimum ini diatur oleh suhu permukaan Matahari, yakni sekitar 5.800K. Suhu permukaan yang lebih tinggi akan menghasilkan panjang gelombang maksimum yang lebih pendek dan Matahari mungkin mencapai puncaknya di bagian spektrum biru atau ungu.

Suhu permukaan yang lebih rendah dan spektrum Matahari mungkin mencapai puncaknya di bagian spektrum yang berwarna kuning atau oranye atau bahkan merah. Selanjutnya, untuk mengetahui warna Matahari juga bisa dengan menghitung spektral lain dari Matahari, fluks foton.

Jika menggunakan hubungan yang ditemukan oleh Max Planck, E = hf (yaitu Energi = Konstanta Planck dikalikan Frekuensi) dan mengubah radiasi Matahari menjadi jumlah foton, tanda spektral pada panjang gelombang yang terlihat jauh lebih datar dan Matahari dianggap lebih kuning.

Sementara itu, jika berada di atas atmosfer, misalnya di Stasiun Luar Angkasa Internasional dan melihat Matahari, ia akan tampak putih.

Pasalnya, meskipun Matahari memancarkan paling kuat di bagian hijau dari spektrum, ia juga memancarkan dengan kuat di semua warna yang terlihat, yakni merah hingga biru (400nm hingga 600nm).

Mata manusia yang memiliki tiga reseptor sel kerucut warna, melaporkan ke otak bahwa setiap reseptor warna benar-benar jenuh dengan warna signifikan yang diterima pada semua panjang gelombang yang terlihat.

Otak manusia kemudian mengintegrasikan sinyal-sinyal ini ke dalam warna putih yang dirasakan.

Di Bumi, atmosfer juga berperan dalam warna matahari. Ini karena cahaya biru dengan panjang gelombang lebih pendek dihamburkan lebih efisien daripada cahaya merah dengan panjang gelombang lebih panjang.

Akhirnya, manusia tidak bisa melihat sebagian rona biru matahari saat sinar matahari melewati atmosfer. Selain itu, semua panjang gelombang cahaya tampak yang melewati atmosfer Bumi dilemahkan sehingga cahaya yang mencapai mata tidak segera menjenuhkan reseptor kerucut.

Hal ini memungkinkan otak untuk mempersepsikan warna dari gambar dengan biru-kuning.

Tentu saja, ketika sinar Matahari melewati banyak atmosfer, seperti Matahari terbit dan terbenam, lebih banyak cahaya biru yang tersebar dan persentase yang jauh lebih besar dari cahaya dengan panjang gelombang terpanjang (merah) sampai ke mata.