Praveen/Melati dikabarkan terdepak dari Pelatnas. Isu itu pun hangat diperbincangkan pecinta bulutangkis di jagat media sosial. Tidak hanya ganda campuran peringkat lima dunia tersebut, tapi Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja juga disebut-sebut ikut kena coret.
Terbaru, mereka bahkan tak masuk dalam daftar atlet yang mengikuti tes kesehatan bersama Kevin Sanjaya dkk di Pelatnas Cipayung, Jakarta Timur, pada Rabu (19/1/2022).
Kondisi itu pun kian memperjelas posisi kedua pasangan ini yang tak lagi menghuni Pelatnas mulai musim 2022 ini. Lantas apa dampak positif-negatifnya bagi ganda campuran jika dua pasangan ini benar-benar meninggalkan Pelatnas?
Eks Pelatih Kepala Ganda Campuran Richard Mainaky memberikan gambarannya. Menurutnya, ada tiga hal yang perlu digarisbawahi. Pertama, pemangkasan dua pasangan ini memberikan kesempatan ganda campuran untuk regenerasi.
“Karena regenerasi kan memang harus berjalan, jadi ini kesempatan untuk pemain muda menunjukkan prestasinya,” kata Richard dikutip dari Detik, Kamis (20/1/2022).
“Nilai plus lainnya kepada Nova (Widianto) sendiri. Artinya, jadi kesempatan Nova meracik pemain dengan leluasa sesuai kemampuannya. Selama ini, Nova selalu ikut dengan pola saya, meneruskan lah istilahnya. Nah, dengan kondisi ini dia bisa membentuk pemainnya sendiri dan menguji sejauh mana hasilnya,” jelasnya.
Meskipun begitu, Richard juga menegaskan di balik sisi positif, ada dampak negatif yang bakal dialami ganda campuran kalau Praveen/Melati dicoret. Salah satunya, mereka kehilangan sosok panutan di dalam tim.
“Mereka akan kehilangan panutan nama besar. Sedangkan generasi pemain muda kita masih mencari identitas mereka dan masih bersaing di antara sesama pemain untuk mencari siapa yang menjadi andalan atau ujung tombak ganda campuran kelak. Nah, ini kan yang belum jelas,” tutur pelatih kelahiran Ternate tersebut.
Terhadap Nova dan PBSI, Richard menilai keduanya bakal bekerja lebih keras dari sebelumnya. Sebab, ganda campuran akan mengalami ‘kekosongan’ prestasi terutama level-level atas. Bagaimana pun, kata Richard, bicara ganda campuran itu levelnya sudah All England, juara dunia, dan Olimpiade.
Sebagai contoh, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang merupakan juara dunia 2013 dan 2017. Mereka juga peraih medali emas Olimpiade 2016. Sebelum era mereka, Liliyana Natsir bersama Nova Widianto juga merupakan juara dunia pada 2007.
Begitu pun dengan Praveen Jordan merupakan juara All England dua kali. Pertama kali, saat berpasangan dengan Debby Susanto pada 2016, kemudian bersama Melati pada 2020.
“Coba lihat tunggal putri, setelah Linda Wenifanetri pergi dari Pelatnas, langsung stop tak ada panutan, tak ada ujung tombak. Karena mereka tak punya sosok yang dijadikan acuan di Pelatnas,” kata Richard.
“Sama seperti ganda putri dulu. Ini saja tertolong oleh sosok Greysia Polii, dia punya karakter bermain, prestasi, atittude yang bagus. Jadi menarik pemain mudanya pun bisa,” dia menjelaskan.
“Nah, ini yang saya khawatir setelah Gloria Cs tak ada bagaimana nasib ganda campuran? Itu pasti tidak ada andalan dan kosong. Kita main di level mana?” imbuh kakak kandung dari Rexy Mainaky dan Rionny Mainaky ini.
“Jadi PBSI sudah harus benar-benar terima kenyataan jika ganda campuran nantinya kembali ke posisi start atau turun level. Bukan di posisi nol sekali ya, karena Rinov Rivaldy/Phita Hanningtyas Mentari levelnya sudah oke lah, level 300, masih bisa,” kata Richard.
“Dan ini bakal makan waktu cukup lama untuk mendapatkan level seperti sekarang (ada yang sudah juara All England, Olimpiade, juara dunia),” tegasnya.