Tim peneliti yang tengah mencari bangkai kapal Perang Amerika Serikat, USS Johnston, menangkap bukti rekaman cumi-cumi terdalam di laut Filipina. Tim mempublikasikan temuan mereka pada 2 Desember 2021 di jurnal Marine Biology.
Para peneliti dari Caladan Oceanic yang berbasis di Amerika Serikat itu menjelajah tepat di dasar Palung Filipina. Namun tim menemukan cumi-cumi sirip besar muda keluarga Magnapinnidae, pada kedalaman 6.200 meter.
Temuan itu menjadi pemegang rekor cumi terdalam, sebelumnya cumi-cumi sirip besar ditemukan berenang pada kedalaman 4.700 meter di Samudra Pasifik pada 2014.
Penampakan tersebut juga menimbulkan beberapa pertanyaan, seperti bagaimana cumi-cumi sirip besar dapat hidup secara fisiologis di kedalaman mulai dari 1.000 hingga 6.000 meter, saat tekanan air bisa mencapai 600 kali lebih besar daripada di permukaan laut.
Para peneliti mendeteksi cumi-cumi sirip besar pada Maret 2021, saat berburu situs bangkai kapal USS Johnston yang tenggelam pada pertempuran Teluk Leyte tahun 1944.
Tim mendeteksi cumi-cumi sirip besar itu menggunakan kapal selam DSV Limiting Factor, jenis kapal selam yang digunakan penjelajah Victor Vescovo untuk turun ke dasar Palung Mariana pada Juni 2020.
Dikutip dari Live Science, para peneliti merekam selama penyelaman mereka ke dasar Palung Filipina, di mana mereka menjelajah lebih dari empat jam.
Para ilmuwan melihat cumi-cumi sirip besar tepat di dasar laut. Meskipun kapal selam itu menyelam terlalu tinggi untuk menggambarkan cumi-cumi dengan detail.
Karena tentakel cumi-cumi relatif pendek, para peneliti berhipotesis bahwa cephalopoda itu berusia remaja, dikutip Daily Mail.
Para peneliti juga mencatat empat gurita cirrate yang dikenal sebagai gurita dumbo, karena siripnya yang menyerupai telinga gajah pada kedalaman yang sama.
Menurut salah satu penulis makalah, Michael Vecchione, ini adalah kedua kalinya dumbo diamati begitu dalam. Membuktikan bahwa pengamatan sebelumnya terhadap cephalopoda bersirip floppy di Palung Jawa bukan hanya kebetulan.
“Penyelaman ini menunjukkan bahwa beberapa jenis cephalopoda dapat hidup setidaknya di bagian atas parit laut yang sangat dalam ini,” kata Vecchione, ahli zoologi dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).