Ilmuwan mengatakan bahwa populasi jerapah telah meningkat di seluruh Afrika. Kabar baik ini diungkapkan dalam sebuah studi yang menunjukkan jumlah jerapah 20 persen lebih banyak dari tahun 2015.
Peningkatan jumlah populasi hewan berleher panjang ini di Afrika, yakni berkat upaya konservasi dan data survei yang lebih akurat.
Berdasarkan analisis terbaru data survei dari seluruh benua Afrika, total populasi jerapah saat ini mencapai 117.000 ekor, sekitar 20 persen lebih tinggi dibandingkan yang diperkirakan pada tahun 2015.
Seperti dilansir dari National Geography, Kamis (13/1/2022), kenaikan jumlah jerapah Afrika ini adalah hasil dari pertumbuhan nyata di beberapa wilayah.
Selain itu, menurut Julian Fennessy, direktur eksekutif Yayasan Konservasi Jerapah yang berbasis di Namibia, data peningkatan populasi jerapah juga berasal dari data sensus yang lebih akurat.
“Sangat menyenangkan melihat angka-angka ini meningkat,” kata Fennessy, salah satu penulis penelitian baru.
Sebelum akhirnya studi menunjukkan populasi jerapah meningkat, hewan ini pernah dianggap sebagai spesies tunggal.
Akan tetapi bukti genetik baru-baru ini menunjukkan bahwa kemungkinan ada empat spesies jerapah di dunia, tiga spesies di antaranya telah menunjukkan peningkatan populasi yang pesat.
Di antaranya spesies jerapah utara, jerapah reticulated dan jerapah Masai. Sedangkan populasi spesies jerapah selatan, jumlahnya masih relatif stabil.
Data populasi jerapah ini dikumpulkan selama beberapa tahun terakhir di 21 negara, oleh pemerintah, peneliti, organisasi nirlaba hingga para ilmuwan.
Fennessy dan enam rekan penulis kemudian menganalisis kumpulan informasi yang luas ini dan menerbitkan hasilnya pada Desember 2021 dalam volume penelitian peer-review Imperiled: The Encyclopedia of Conservation.
Kendati jumlahnya meningkat, namun populasi hewan jerapah saat ini masif relatif kecil, mengingat satu juta ekor jerapah pada beberapa ratus tahun lalu menghilang, yakni pada tahun 1700-an silam.
Jumlah populasi jerapah pun terus menurun selama beberapa dekade, yang oleh ilmuwan disebut sebagai ‘kepunahan diam-diam’. Jerapah terancam oleh degradasi dan fragmentasi habitat, perubahan iklim dan perburuan liar.
Upaya menemukan dan memahami semua data adalah upaya yang monumental, yang melibatkan banyak kolaborasi, penjangkauan, dan kerja sama.
“Kami sekarang dapat lebih percaya diri dalam bagaimana kami menyusun teka-teki yang rumit dan dinamis ini,” ungkap rekan penulis Michael Brown, ahli ekologi di Giraffe Conservation Foundation dan Smithsonian Conservation Biology Institute di Virginia.
Secara historis, para peneliti sering mensurvei populasi jerapah liar dari pesawat terbang. Akan tetapi jumlah ini bisa diremehkan di daerah-daerah tertentu di mana herbivora berkaki panjang dapat tetap bersembunyi di bawah pohon dan tumbuh-tumbuhan.
Oleh karenanya, salah satu pendekatan baru yang lebih kuat yakni melibatkan survei fotografi intensif, di mana program komputer memindai gambar dan mengenali individu berdasarkan pola titik unik mereka.