in

Cantika Abigail Terus Belajar Self Love

Cantika Abigail. Foto: Asep Syaifullah/detikHOT.

Cantika Abigail mengaku sempat tak percaya diri karena penyakit autoimun psoriasis yang dideritanya sejak 2011. Terkadang penyakit tersebut membuat wajahnya kemerah-merahan. Namun, akhirnya penyanyi itu berdamai dan mulai belajar mencintai diri sendiri.

Butuh proses panjang untuk perjalanan self love Cantika. Dan ia tidak pernah berhenti, diibaratkan seperti roller coaster yang naik dan turun.

“Aku nggak bisa bilang sekarang sudah yakin banget 100 persen setiap bangun pagi lalu self love, itu enggak bisa, karena benar-benar seperti roller coaster. Ada saatnya bisa melihat sisi baik dari diriku, tapi ada juga perkataan orang atau perkataan diri sendiri yang jauh lebih menguasai pikiran,” kata Cantika dalam sesi bincang virtual bersama Shopee pada Rabu, 26 Januari 2022.

Tahun 2020 saat pandemi mulai terjadi, ia mengaku bahwa tahun tersebut menjadi titik balik dalam hidupnya untuk kembali menyadari hal-hal sederhana yang ternyata bermakna.

Pada tahun itu juga Cantika mengaku bisa berdamai dengan penyakit autoimun. Saat itu, Cantika mengunggah foto wajahnya yang kemerahan di media sosial. Ia mengaku terkejut karena tidak banyak orang yang terganggu dan mengkritiknya, tidak seperti yang ia khawatirkan sebelumnya.

Bagi dia, pengalaman tersebut membuat dirinya menjadi belajar mengenai makna self love meskipun ada kalanya menemui fase naik dan turun.

“Tahun 2020 itu salah satu turning point aku karena di situ tiba-tiba aku sudah capek banget dengan keadaan harus menutupi semuanya. Walaupun mungkin sudah ada beberapa orang yang tahu, tapi aku nggak terlalu berani untuk speak up,” kata dia.

Mindset negatif menjadi tantangan terbesar bagi pelantun Tak Mungkin Ku Melepasmu itu, saat menjalani dan melalui proses self love, terutama saat singgah di platform media sosial yang memperlihatkan gambaran kehidupan orang lain sehingga rentan membandingkan dengan diri sendiri.

“Ketika perasaan down, kadang aku mengingatkan diri sendiri dengan menulis perasaan di dalam buku atau hal-hal sederhana yang bisa disyukuri. Misalnya, ‘Oh, ternyata aku bisa bahagia dengan keadaan fisik atau kulit seperti ini. Ada hal lain yang ternyata aku sudah berkembang daripada aku yang dulu,” demikian Cantika Abigail.