Melihat negara lain yang berlomba-lomba dalam bidang antariksa, mungkin pernah membuat kamu bertanya-tanya. Sebenarnya, apakah Indonesia juga terlibat aktif dalam misi keantariksaan?
Jawabannya, tentu saja, dong! Hal ini dijelaskan oleh Prof Dr Thomas Djamaluddin, MSc, ilmuwan astrofisika-astronomi yang sempat menjabat sebagai Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) — sebelum LAPAN akhirnya dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
“Program keantariksaan adalah program yang sangat mahal, high cost, kemudian risikonya mahal, high risk dan tentu teknologinya tinggi, high tech,” ucap Djamal dikutip dari Detik, Kamis (27/1/2022).
“Indonesia sebagai negara berkembang tentu memiliki keterbatasan-keterbatasan,” lanjutnya.
Paling utama adalah masalah keterbatasan anggaran dan teknologi. Oleh karena itu, Indonesia memulai program keantariksaan secara bertahap.
Indonesia memilih untuk memulai dengan pengamatan astronomis yang mana sudah dilakukan sejak 1923 dengan Observatorium Boscha. Kemudian lanjut ke pemanfaatan teknologi antariksa yang masih sebatas pengamatan Bumi, menggunakan citra satelit internasional antara tahun 1970 hingga 1980-an.
Awal tahun 2000-an, Indonesia mulai membuat satelit sendiri dengan mengirimkan belasan engineer dari LAPAN belajar ke Jerman. Pertama satelit yang dibuat masih mikro, berukuran sekitar 50 kg, kemudian Indonesia bisa membuat satelit baru lagi sendiri pada 2012 dan diluncurkan pada 2015 dengan bobot lebih besar, sekitar 70 kg.
“2016, itu lebih besar lagi 115 kg, dan sekarnag sedang menyiapkan lagi satelit yang ke-4, mungkin bobotnya antara 120 atau 150 kg, dan tahapan ini masih membuat satelit sendiri. Kami berharap bisa mengembangkan teknologi peluncurnya, dan juga bisa meluncurkan wahana antariksa dari bumi Indonesia sendiri dengan membangun bandar antariksa,” ucapnya penuh harap.
“Tentu dengan sumber dana dan sumber daya yang lebih baik lagi, SDM yang bertambah, kita akan ikut dalam misi internasional untuk turut dalam misi antariksa,” sambung Djamal.
Ini pun ternyata sudah sejalan dengan misi Indonesia dalam Rencana Induk Keantariksaan. Rencana ini punya misi penting: sebelum 100 tahun Indonesia merdeka, sebelum 2045, kita sudah bisa mampu membuat satelit sendiri — dan ini sudah dilakukan.
Selanjutnya adalah membuat wahana peluncurnya (roket) yang sudah dalam tahap pengembangan. Kabar baiknya, pencapaiannya sudah berhasil tembus puluhan km (target 200-300 km). Terakhir, tentu saja memiliki bandar antariksa sendiri.
“Dengan posisi Indonesia yang di ekuator, itu adalah lokasi paling baik untuk bisa meluncurkan satelit dengan lebih efisien. Sehingga Indonesia sebelum 100 tahun Indonesia merdeka diharapkan bisa membuat satelit sendiri, meluncurkan dengan wahana buatan sendiri dan dari bandara antariksa dari wilayah Indonesia,” tandasnya.