in

Thé Pik Sin, Astronom RI Pernah Pimpin Observatorium Bosscha Hampir 1 Dasawarsa

Thé Pik Sin

Mungkin bagi kaum awam nama Thé Pik Sin sangat asing di telinga. Namun, bagi kalangan astronom Indonesia, tokoh ini merupakan legenda. Ia pernah memimpin Observatorium Bosscha selama hampir satu dasawarsa dimulai tahun 1959.

Kisah Thé Pik Sin yang oleh para astronom Indonesia akrab disapa Pak Thé berawal di Yogyakarta tempat kelahirannya. Orang tuanya adalah pedagang rempah-rempah dan kemudian tembakau serta batik.

Setelah tamat sekolah dasar di Hollandsch-Chineesche School met den Bijbel, Thé melanjutkan sekolah di HBS (Hogere Burger School) yang setara SMP dan SMA.

Walaupun sekolahnya menggunakan bahasa Belanda sebagai pengantar, jika berkomunikasi dengan teman-temannya Thé selalu memakai bahasa Jawa. Sementara dengan orang tuanya, ia menggunakan bahasa Melayu.

Setamat HBS pada 1949, Thé memilih Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk belajar Teknik Elektro. Masa itu, ITB masih menjadi bagian dari Universitas Indonesia (UI) yang bermarkas di Jakarta.

“Saya ingin menjadi pedagang alat-alat elektronik,” ujar Thé pada astronom asal Indonesia, Tri Laksmana Astraatmadja yang kini bekerja di Space Telescope Science Institute (STScI), Baltimore, Amerika Serikat.

Tri lalu menuliskan kisah ini untuk langitselatan dan mengizinkan detikedu untuk mengutipnya.

Hanya saja, setelah menyelesaikan kuliah di tingkat pertama, Thé memutuskan pindah ke ke FIPIA [Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Alam] dan memilih Astronomi sebagai bidang studi utama dan Fisika dan Matematika sebagai bidang studi pendukung.

Thé mengaku tertarik pada astronomi karena watak internasional dari studi astronomi memungkinkannya untuk melangsungkan penelitian di luar negeri. Thé merupakan salah satu mahasiswa astronomi angkatan pertama di ITB dan lulus pada 1958.

Begitu lulus, berbekal beasiswa AID yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat, John F. Kennedy, Thé menuju ke Amerika Serikat untuk menempuh pendidikan Doktor di Case Institute of Technology, Ohio (sekarang Case Western Reserve University).

Bahan penelitiannya memanfaatkan plat-plat fotografi yang telah diambil Observatorium Warner dan Swasey, yang juga berafiliasi dengan Case. Di bawah bimbingan astronom Victor M. Blanco, dalam waktu satu tahun Thé berhasil menyelesaikan penelitian dan berhak menyandang gelar doktor.

Apa resepnya bisa menyelesaikan penelitian doktoral dalam waktu singkat? Thé menjawab, “Saya bekerja keras dan tidak membuang-buang waktu. Saya juga sudah siap menghadapi apa-apa yang akan dituntut dari seorang mahasiswa PhD.”

Thé merupakan orang Indonesia pertama yang bergelar doktor astronomi. “Karena saya adalah orang pertama dari Indonesia yang dipromosikan menjadi Doktor astronomi, saya merasakan tanggung jawab yang begitu besar untuk mempertahankan dan menyuburkan astronomi di Indonesia,” ujarnya.

Kembali ke Indonesia, Thé langsung didaulat menjadi Direktur Observatorium Bosscha. Tugas pertamanya memasang komponen optik teleskop Schmidt Bima Sakti. Teleskop ini merupakan sumbangan dari UNESCO.

Menurut Tri, teleskop Schmidt adalah teleskop dengan medan pandang luas yang memungkinkan astronom memotret porsi langit yang cukup luas. Teleskop tersebut cocok untuk melakukan survei dan cacah bintang, dalam rangka meneliti struktur Galaksi Bima Sakti.

Kesibukan Thé bertambah saat diangkatkan menjadi Dekan FMIPA ITB pada 1966. Namun dua tahun kemudian dia memutuskan pindah ke Universitas Amsterdam, Belanda dengan alasan untuk mengembangkan karier ilmiahnya.

Ia lantas pensiun dari jabatan guru besar astronomi pada 1993. Atas jasanya dalam ilmu pengetahuan pada tahun 1993 Kerajaan Belanda menganugerahi kelar ksatria, yaitu Officier dalam Orde ksatria Oranje-Nassau (Orde van Oranje-Nassau).

Thé Pik Sin tutup usia pada tanggal 25 Juli 2017 pada usia 89 tahun di Belanda. Sebuah asteroid diberi nama 5408 Thé (1232 T-1) sebagai penghormatan baginya.