Emisi gas karbondioksida yang dihasilkan dari penambangan Bitcoin semakin memburuk sejak diblokir oleh Pemerintah China tahun 2021 lalu.
Hal ini terjadi karena para penambang Bitcoin sekarang menggunakan pembangkit listrik tenaga batubara. Padahal dulu saat beroperasi di China, kebanyakan para penambang itu menggunakan listrik dari PLTA.
“Kami melihat Bitcoin menjadi tidak ‘sehijau’ sebelumnya,” ujar Alex de Vries, pemimpin tim pembuat laporan yang dipublikasikan di jurnal Joule.
Laporan ini menyebutkan kalau popularitas Bitcoin menjadi masalah besar bagi usaha untuk mengurangi polusi dari bahan bakar fosil. Namun, pelarangan penambangan Bitcoin seperti yang dilakukan China, pun, ternyata tidak efektif untuk mengurangi emisi.
Ini karena para penambang tinggal pindah ke negara lain di mana biaya listrik lebih murah, yang biasanya dihasilkan menggunakan pembangkit listrik yang memanfaatkan bahan bakar fosil, seperti batubara, demikian dikutip dari The Verge, Kamis (3/3/2022).
Secara total, menurut perkiraan de Vries, jejak karbon yang dihasilkan oleh Bitcoin setara dengan jejak karbon yang dihasilkan oleh Republik Ceko. Penambangan mata uang kripto menghasilkan emisi gas rumah kaca yang sangat besar, karena proses penambangan yang membutuhkan listrik sangat banyak.
China sendiri sebelumnya adalah ‘rumah’ untuk sekitar 70% penambang Bitcoin di dunia. Sampai akhirnya pada 2021 lalu mereka melarang penambangan Bitcoin karena masalah lingkungan yang ditimbulkan.
Saat masih menambang di China, para penambang itu biasanya memanfaatkan energi hydro berlebih saat musim hujan di Provinsi Sichuan dan Yunnan. Namun pada musim kemarau, biasanya mereka pindah ke Xinjiang dan Inner Mongolia, yang bergantung pada pembangkit listrik berbahan batubara.
Namun sejak dilarang, para penambang kini tersebar ke Kazakhstan dan Amerika Serikat. Di Kazahstan, energi listriknya mayoritas berasal dari batubara, bahkan jenis batubara yang dipakai lebih parah karena menghasilkan karbondioksida lebih banyak ketimbang batubara yang dipakai di China.
Sementara di AS kebanyakan pembangkit listriknya berasal dari gas, dan juga batubara. Penggunaan gas alam untuk menambang Bitcoin di AS meningkat dari 15% menjadi 30% sejak para penambang diusir dari China.
Lalu laporan de Vries juga menyebutkan kalau penggunaan energi terbarukan untuk menambang Bitcoin merosot drastis dari 42% di 2020 menjadi 25% di Agustus 2021, tepat setelah China melarang penambangan Bitcoin.