in

Pembangunan Gudang Limbah Nuklir oleh Finlandia, Buka 2024

Gudang limbah nuklir. Foto: Popular Mechanics

Finlandia sedang membangun situs pembuangan limbah nuklir jauh di bawah tanah di kota kecil Eurajoki. Disebut Onkalo, yang berarti ‘lubang dalam’ dalam bahasa Finlandia, gudang limbah nuklir ini dijadwalkan dibuka pada 2024.

Jika semuanya berjalan sesuai rencana, tong di bawah tanah ini akan bisa digunakan menyimpan batang bahan bakar uranium bekas setidaknya untuk 100.000 tahun ke depan.

Namun, sebagian ahli mempertanyakan apa yang terjadi ketika kita mengubur limbah nuklir, dan bagaimana hal ini akan menjawab masa depan nuklir Finlandia?

Finlandia adalah negara Skandinavia dengan 5,5 juta penduduk. Populasi mereka terkonsentrasi di selatan, dengan hanya 200 ribu orang yang tinggal di sekitar dan di atas Lingkaran Arktik di Finlandia utara.

Pada saat sebagian besar Eropa berupaya melarikan diri dari sumber energi nuklir, Finlandia merangkulnya. Faktanya adalah, Finlandia menghadapi lanskap nuklir yang lebih mudah.

Hal tersebut dikarenakan negara ini memiliki populasi yang relatif rendah yang dapat dilayani oleh beberapa reaktor nuklir, sehingga membatasi paparan terhadap risiko apa pun.

“Pakar mengatakan keberhasilan Onkalo juga mencerminkan kondisi budaya dan politik yang unik di Finlandia, yaitu kepercayaan yang tinggi pada institusi, keterlibatan masyarakat, kurangnya pusat kekuatan tingkat negara bagian, dan keseimbangan kekuatan antara industri dan pemangku kepentingan,” demikian laporan yang dikutip dari Science, Senin (14/3/2022).

Karena daerah pedesaan Finlandia yang luas dan garis pantai yang luas, negara ini memiliki tempat yang sempurna untuk menempatkan reaktor dan situs penyimpanan nuklir permanen pertama di dunia, Olkiluoto.

Di Olkiluoto berdiri sebuah pembangkit listrik tenaga nuklir sejak 1979. Di pulau tersebut dihuni cukup banyak orang di sekitarnya untuk menjaga semuanya tetap berjalan. Di pulau itu juga terdapat Eurajoki, sebuah desa yang akan dibangun gudang limbah nuklir.

“Hampir semua orang di Eurajoki memiliki teman atau saudara yang pernah bekerja di pembangkit listrik tenaga nuklir, jadi mereka tahu bagaimana kami beroperasi,” kata Janne Mokka yang mengawasi kemitraan terkait nuklir.

Olkiluoto di Teluk Bothnia, saat ini merupakan rumah bagi dua reaktor nuklir. Sedangkan reaktor ketiga akan segera difungsikan. Bersama-sama, ketiga reaktor nantinya akan memasok lebih dari 40% daya Finlandia.

Maka, masuk akal bagi Olkiluoto untuk juga menjadi tempat pembuangan limbah nuklir. Perbedaannya di sini adalah bahwa Finlandia telah menerima persetujuan untuk rumah permanen pertama untuk limbah nuklir.

Proses ini telah memakan waktu puluhan tahun, dimulai dengan pencarian situs di tahun 1990-an. Olkiluoto adalah rumah alami untuk reaktor air mendidih, karena reaktor ini membutuhkan aliran air segar dan dingin yang stabil untuk langkah-langkah keamanan.

Untuk limbah nuklir, air sebenarnya adalah musuh. Tapi Onkalo digali jauh ke dalam bentuk batuan dasar yang hampir kedap air yang mendasari seluruh situs.

Repositori terletak di batu kedap air ini, dan sengaja ditempatkan di tengah, sejauh mungkin dari dua patahan gempa terdekat.

Proses penyimpanan limbah yang sebenarnya akan melibatkan pengeboran ke dalam batuan bawah tanah dan kemudian mengamati apakah ada retakan, bahkan kecil, di batuan dasar yang padat. Jika ada, lokasi spesifik tersebut tidak akan digunakan.

Saat limbah tiba di lokasi, limbah pertama kali akan dikemas dalam wadah besi tuang. Setelah itu, lapisan gas argon inert dimasukkan, lalu semuanya ditutup di dalam bejana tembaga yang dilas tertutup.

Kekhawatiran sebenarnya adalah korosi yang disebabkan oleh oksigen, dalam hal ini, terlarut dalam air itu sendiri. Para ahli mengatakan pada saat air berhasil masuk ke tong tembaga tertutup limbah nuklir, oksigen terlarut sudah dikonsumsi oleh bakteri dan agen lain yang bekerja di air.

“Di Finlandia, tingkat kepercayaan terhadap sains dan otoritas sangat tinggi. Jika otoritas nasional mengatakan repositori itu aman, mereka tidak perlu khawatir tentang itu,” kata peneliti ilmu politik Matti Kojo.

“Jika Anda mencoba menerapkan hal yang sama di negara dengan tingkat kepercayaan terhadap sains dan otoritas yang jauh lebih rendah, hal itu mungkin akan gagal,” tutupnya.