Beberapa waktu lalu, terjadi kecelakaan yang melibatkan dua unit truk di petak jalan antara Stasiun Lamongan dan Surabaya. Akibat kecelakaan ini, truk ringsek, lokomotif kereta juga rusak parah. Seorang masinis pun terluka.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) menyesalkan terjadinya kecelakaan di perlintasan sebidang. VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan, pihaknya mengajak para pengguna jalan, pemerintah dan penegak hukum untuk menjaga keselamatan di perlintasan sebidang kereta api.
“Sehingga kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang tidak terus berulang,” katanya dikutip dari Detik, Selasa (15/3/2022).
Joni memberikan saran kepada pengendara saat melewati perlintasan kereta api sebidang. Hal itu juga sesuai dengan peraturan yang tertuang di dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
“Kendaraan yang akan melintas harus berhenti terlebih dahulu di rambu tanda STOP perlintasan sebidang. Tengok kiri kanan, apabila yakin tidak ada kereta api yang akan melintas, baru bisa melalui perlintasan sebidang tersebut,” kata Joni.
Jika terjadi kemacetan, pengguna jalan raya harus berhenti sebelum rel dan tidak mengantre di atas rel. Setelah yakin kendaraan di depannya telah melintasi perlintasan sebidang dan terdapat jarak yang aman, maka pengguna jalan raya bisa melintas di perlintasan tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar kendaraan tidak terjebak di tengah rel kereta.
Joni mengimbau kepada seluruh pengguna jalan untuk mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang. Hal tersebut sesuai UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114.
Peraturan itu berbunyi, “Pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.”
Pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang tak hanya membahayakan pelanggar sendiri. Namun, menurut Joni, pelanggaran tersebut juga dapat mengancam keselamatan masinis, asisten masinis dan penumpang kereta api.
“Perjalanan kereta api seharusnya didahulukan oleh pengguna jalan raya karena kereta api tidak dapat berhenti secara mendadak,” kata Joni.
Untuk mengatasi kasus kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang, KAI juga berharap dukungan dari penegak hukum sehingga masyarakat dapat lebih disiplin dalam berlalu lintas. Diperlukan tindakan tegas bagi pelanggar di perlintasan sebidang.
Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 296, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak Rp750.000.
“Keselamatan di perlintasan sebidang dapat tercipta jika seluruh unsur masyarakat pengguna jalan dan pemerintah dapat bersama-sama peduli. Diharapkan kepedulian seluruh stakeholder ini mampu menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang,” tutup Joni.