in

All England, Dari Masa ke Masa sebagai Kejuaraan Bulutangkis Tertua di Dunia

All England. Foto: All England

Kejuaraan All England merupakan salah satu turnamen bulu tangkis paling bergengsi di dunia yang digelar setiap tahunnya. Menurut catatan National Badminton Museum, kompetisi ini dapat dikatakan sebagai turnamen bulu tangkis tertua di dunia yang telah digelar sejak 1899 di London Scottish Drill Hall.

Seperti apa sejarah awal mula turnamen bergengsi ini dimulai? Berikut uraiannya dari masa ke masa:

  1. Hanya ada turnamen ganda

Mulanya, pada 1898, salah satu klub bulu tangkis Guildford Badminton Club menyelenggarakan turnamen bulu tangkis terbuka yang pertama di Guildford, Inggris. Saat itu, ajang yang dipertandingan hanyalah ganda putra, ganda putri, dan ganda campuran.

Tidak disangka, turnamen ini sukses besar hingga Asosiasi Bulu Tangkis di Inggris memutuskan untuk menggelar turnamen mereka sendiri pada tahun berikutnya. Saat itulah, menjadi turnamen resmi pertama yang diadakan di London Scottish Drill Hall, tepatnya pada 4 April 1899.

Mengadopsi turnamen pada 1898, gelar yang diperebutkan hanya untuk regu ganda putra, putri, dan campuran. Belum ada regu tunggal putra dan putri saat itu.

  1. Menambah regu dan jumlah hari

Tahun berikutnya, kejuaraan ini mulai memperkenalkan pertandingan untuk regu tungga putra dan tunggal putri. Kemudian, waktu pertandingan ditambah menjadi dua hari.

Ethel Thomson muncul sebagai juara tunggal putri All England pertama. Sementara itu, juara tunggal putra pertama di kejuaraan All England adalah Sidney Smith.

Selama dua tahun pertama ini, kejuaraan tersebut masih bernama Badminton Association Tournament atau Turnamen Asosiasi Bulu Tangkis. Baru pada 1901-lah, nama kejuaraan ini mulai berganti nama menjadi Kejuaraan Bulu Tangkis All England seperti yang dikenal saat ini.

  1. Lapangan berbentuk jam pasir dan memakai kapur

Tiga tahun pertama All England digelar, turnamen dilaksanakan di lapangan berbentuk jam pasir dengan ukuran yang sama seperti dikenal saat ini. Namun, saat itu, net-nya memiliki panjang 4.88 m, sementara saat ini panjang net yang dikenal berukuran 6.10 m.

Untuk garis putih di lapangan, dulunya masih menggunakan kapur sebagai penanda. Pihak penyelenggara selalu membuat garis tersebut di pagi harinya, kemudian memberi tanda ulang pada siang harinya.

Kemudian, jenis raket yang digunakan pada awal Kejuaraan All England masih berbentuk kayu dan kok yang dipakai berjenis Jaques ‘Association First Choice’. Hingga pada 1910, jenis kok kemudian mulai berganti mirip dengan tipe yang hingga kini digunakan.

  1. Berpindah venue dan mati listrik

Kejuaraan selanjutnya, digelar di Crystal Palace, usai menghabiskan tiga tahun di London Scottish Drill Hall. Saat itu, tiga lapangan digunakan dengan bentuk lapangan persegi panjang seperti yang dikenal pada saat ini.

Sayangnya, pencahayaan di venue ini sangat buruk dan kondisi angin yang tidak memungkinkan untuk memukul kok. Hingga akhirnya, venue kembali dipindah ke London Rifle Brigades City Headquarters.

Venue di sana ternyata dianggap terlalu kecil, bahkan penonton dan atlet pun harus berjalan tepat berada di belakang arena pertandingan. Belum lagi, faktor cuaca buruk dan listrik yang mati membuat pertandingan di sana sempat ditunda.

  1. Atlet negara lain mulai ikut bertanding

Pada tahun 1930-an semakin banyak atlet luar negeri yang turut mengikuti kejuaraan. Sebelumnya, kontingen atlet didominasi oleh pemain Irlandia dan Inggris saja.

Hingga tahun 1938 ketika atlet Denmark dalam jumlah besar ikut bermain. Kemudian, atlet Malaysia turut hadir pada tahun 1950-an. Hal ini pula yang meyakinkan Asosiasi Bulu Tangkis Inggris untuk menggunakan venue yang lebih besar lagi.

Kejuaraan kemudian dipindah ke Wembley Arena pada 1957. Venue inilah yang kemudian menjadi venue yang paling lama digunakan selama 37 tahun.

Meski sudah banyak atlet negara lain turut ikut serta, sebelum tahun 1977, pertandingan di All England masih disebut sebagai pertandingan dunia yang tidak resmi. Padahal, di pertandingan tersebut sudah melahirkan dua atlet legenda.

Salah satunya dari Indonesia yaitu, Rudy Hartono. Ia meraih total delapan gelar kejuaraan bulu tangkis All England untuk tunggal putra. Rekor ini, menurut National Badminton Museum, masih belum dipecahkan hingga sekarang oleh pebulutangkis Tanah Air lainnya.

Saat ini, Kejuaraan All England secara aktif digelar di Utilita Arena Birmingham. Indonesia akan menurunkan 15 wakilnya dengan wakil dari regu ganda campuran terbanyak yang didatangkan ke sana.