Learning loss atau kemunduran secara akademis berkaitan dengan kesenjangan yang berkepanjangan menjadi salah satu tema bahasan dalam diskusi G20 di bidang pendidikan.
Salah satu terobosan yang dilakukan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk mengatasi learning loss dengan meluncurkan Kurikulum Merdeka pada Februari 2022 lalu.
Kurikulum baru ini dirancang untuk mengatasi krisis pembelajaran dan pemulihan pembelajaran akibat pandemi COVID-19.
“Learning loss itu dampaknya sangat luar biasa dan mengembalikan anak-anak ke sekolah itu tidak mudah. Negara perlu memastikan kembali ke sekolah aman,” ujar Dirjen GTK Kemendikbudristek Iwan Syahril dalam acara Ngopi Sore via Youtube, Kamis (14/4/2022).
“Pola yang terlihat itu kita harus penyederhanaan kurikulum. Ke depan kurikulum yang lebih sederhana yang bisa menyesuaikan tumbuh kembang anak dan tantangan zaman. Bisa memberi ruang untuk pengalaman-pengalaman yang mengasah literasi dan numerasi,” papar Iwan.
Iwan mengatakan literasi dan numerasi harus menjadi pondasi untuk pembelajaran ke depan. Ia berpendapat ketika seseorang tidak memiliki literasi dan numerasi yang baik akan bisa keteteran sedangkan jika memiliki kemampuan yang baik dapat memunculkan inovasi-inovasi baru.
Menurut Iwan perubahan kurikulum di Indonesia sudah merupakan langkah yang tepat.
“Kita belajar dari berbagai negara, kita udah di jalan yang tepat. Saat kita menghapus ujian nasional sebelum pandemi itu kita udah one step ahead,” papar Iwan.
Selain perubahan kurikulum untuk mengatasi learning loss harus sejalan dengan sumber daya manusianya (SDM).
“Kita sudah terapkan di platform merdeka belajar dengan guru penggerak. Jadi masalah yang dibutuhkan adalah kemauan belajarnya. Di masa pandemi ini semangat guru-guru Indonesia sangat luar biasa,” kata Iwan.
Iwan menjelaskan program sekolah penggerak sendiri berfokus pada paradigma SDMnya.
“Kita melihat dari SDM kepala sekolahnya. Kita seleksi kepala sekolah yang bagus-bagus. Jika SDMnya bagus mereka bisa berakselerasi untuk perubahan fundamental sekolahnya,” jelas Iwan.
Lebih lanjut selain inovasi kurikulum yang dicetuskan Kemdikbudristek, penyelesaian permasalahan pendidikan diselesaikan lintas sektor berbagai kementerian.
“Karena memang fokusnya Mas Menteri yaitu problem solving. Jadi hashtag gotong royong itu memang menjadi senjata kita untuk melompat ke depan,” kata Iwan.