Kota Bandung mendeklarasikan diri sebagai Kota Angklung di Balai Kota Bandung, Sabtu (21/5). Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung Dewi Kaniasari mengatakan, pencanangan Bandung sebagai kota angklung sudah melalui serangkaian kajian.
“Tanggal 21 Mei 2022, Kota Bandung bakal deklarasikan diri jadi Kota Angklung. Tentu hal ini didasari berbagai kajian bahwa memang sudah sepantasnya Kota Bandung menjadi Kota Angklung,” katanya, Jumat (20/5).
Ia berharap, kegiatan tersebut tak menjadi ajang simbolis semata. Ia berharap, kedepannya aktivitas angklung di Kota Bandung bisa berjalan secara berkelanjutan.
“Pascadeklarasi, walau lebih jelas ke depannya mau dibawa ke mana Bandung sebagai kota angklung ini. Walau disiapkan juga kegiatan yang sustainable,” lanjutnya.
Sejarah angklung
Sejarah angklung bermula dari tanah Sunda. Dalam tradisi Sunda masa lalu, instrumen angklung digunakan dalam berbagai acara, khususnya pada perayaan bercocok tanam.
Kata angklung berasal dari bahasa Sunda “angkleung-angkleung”, yang berarti gerakan pemain dengan mengikuti irama. Sementara kata “klung” merupakan suara nada yang dihasilkan instrument musik tersebut.
Angklung biasanya dibuat dari jenis bambu hitam (Awi wulung) atau bambu ater (Awi temen), yang memiliki ciri khas berwarna kuning keputihan saat mengering. Angklung dirangkai dengan 2 hingga 4 tabung bambu beda ukuran dan dirangkai jadi satu dengan cara diikat dengan rotan.