Badminton menjadi salah satu olahraga yang digemari banyak orang terutama di Indonesia. Hampir semua orang tahu bagaimana memainkan raket dan beraksi di lapangan dengan lawan seimbangnya.
Dalam keterangan persnya, Rabu 29 Juni, dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Antonius Andi Kurniawan, dari Ikatan Dokter Indonesia mengatakan bulu tangkis termasuk kategori olahraga “high impact” dengan gerakan dinamis, merupakan kombinasi antara reli-reli pendek dan reli-reli panjang.
“Karena itu, pemain bulu tangkis membutuhkan kebugaran aerobik atau kebugaran kardiorespirasi untuk dapat bermain bulu tangkis dengan durasi permainan 3 set,” katanya.
Pemain badminton membutuhkan kelincahan, stamina yang kuat, kecepatan, ketepatan, kekuatan otot, dan koordinasi motorik sendi dan otot yang baik. Badminton juga dipenuhi gerakan kompleks sesuai dengan tempo permainannya. Itulah mengapa jika tak berhati-hati, cedera otot, sendi, ligamen, bahkan tendon rentan terjadi saat bermain bulu tangkis.
Pencegahan
Cedera saat bermain badminton bisa dicegah dengan pemanasan dan pendinginan yang tepat. Dokter Spesialis Kedokteran Olahraga Sport Medicine, Injury, Recovery Center (SMIRC) dari RS Pondok Indah – Bintaro Jaya tersebut menuturkan, mempersiapkan tubuh berolahraga dan beradaptasi dengan intensitas permainan merupakan cara terbaik untuk mencegah cedera.
Tak hanya itu, latihan kekuatan otot dan latihan fleksibilitas juga sangat penting dalam mencegah cedera. Penting bagi pemain badminton untuk memiliki kekuatan otot dan fleksibilitas yang baik untuk mencegah terjadinya cedera.
Sepatu yang tepat pun bisa mengurangi risiko cedera. Sepatu bulu tangkis secara khusus dibuat guna meredam guncangan sehingga bisa mencegah cedera pada tempurung lutut dan tulang kering. Sepatu yang digunakan juga sebaiknya cukup ringan dengan cushion yang baik untuk melindungi ankle, dan juga memiliki sol anti selip untuk mencegah jatuh karena terpeleset.
Selain sepatu, pemilihan raket juga tak bisa sembarangan. Berat raket harus disesuaikan dengan kemampuan dan fisik tubuh. Raket dengan berat ringan bisa mengurangi risiko cedera bahu. Ukuran pegangan raket yang terlalu kecil menyebabkan pemain harus menggenggam lebih keras dan meningkatkan strain pada otot sekitar pergelangan tangan.
Kesehatan dan usia menjadi patokan dalam menyesuaikan intensitas permainan. Sesuaikan intensitas permainan dengan kondisi tubuh masing-masing. Selain itu, lakukan rehabilitasi cedera olahraga hingga tuntas untuk meminimalisir cedera berulang sebagai bentuk cara pencegahan sekunder.