in

Guci Kuno Ungkap Adanya Praktik Pembuatan Anggur Zaman Romawi

Temuan guci kuno di dasar laut ungkap pembuatan anggur zaman Romawi Kuno. Foto: Getty Images

Peneliti berhasil mengungkap mengenai tradisi pembuatan anggur di zaman Romawi. Hal tersebut diungkapkan berdasarkan temuan sebuah guci kuno di dasar laut di dekat pelabuhan modern San Felice Circeo, Italia.

Temuan guci anggur ini mampu memberi para peneliti wawasan yang berguna tentang praktik produksi anggur di wilayah Romawi pada abad 1-2 SM atau bagian dari periode Yunani-Italik akhir.

Peneliti menyebut praktik pembuatan anggur di pesisir Italia selama periode Romawi menggunakan anggur asli yang kemudian disimpan dalam tempat kedap air terbuat dari tar impor.

Hasil studi yang dipublikasikan di jurnal akses terbuka PLOS ONE ini didapat setelah peneliti memeriksa tiga amphorae (guci anggur) periode Romawi yang ditemukan di dasar laut di dekat pelabuhan modern San Felice Circeo, Italia yang terletak di sekitar 90 km tenggara Roma.

Dalam deposit yang terkandung di amphorae peneliti kemudian menemukan kombinasi penanda kimia, residu jaringan tanaman, dan serbuk sari yang memberikan bukti turunan anggur dan pinus.

Seperti dikutip dari Science Alert, Selasa (5/6/2022) bukti temuan guci kuno tersebut menunjukkan bahwa amphorae digunakan dalam proses pembuatan anggur merah dan putih.

Sedangkan pinus digunakan untuk membuat tar yang berfungsi sebagai lapisan tahan air guci. Namun bisa juga tar dipakai untuk membumbui anggur seperti yang telah diamati di situs arkeologi serupa.

Sementara itu serbuk sari cocok dengan spesies liar dari daerah tersebut, menunjukkan bahwa sang pembuat anggur ini menggunakan tanaman lokal, meski belum jelas apakah anggur sudah didomestikasi pada saat itu.

Lalu tar pinus di sisi lain diambil dari daerah lain dan kemungkinan diimpor dari Calabria atau Sisilia.

Lebih lanjut, apa yang membuat penelitian ini penting adalah studi dilakukan dengan menggabungkan beberapa teknik analisis kimia terbaru dengan pendekatan lain untuk mengungkap lebih banyak lagi mengenai guci dan isinya daripada yang mungkin dilakukan sebelumnya.

Dalam hal ini adalah identifikasi sisa-sisa tumbuhan, analisis kimia, catatan sejarah dan arkeologi, desain amphorae, serta temuan sebelumnya berkontribusi pada kesimpulan analisis ini.

“Tiga amphorae diambil pada tahun 2018 dari pelabuhan kuno San Felice Circeo, Italia menawarkan kesempatan langka untuk mengembangkan penelitian interdisipliner melalui analisis archaeobotanical dan kimia,” tulis para peneliti.

Hasil studi akhirnya memberikan contoh pula bagaimana berbagai metode interdispliner dapat menafsirkan sejarah yang tak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan teknik tunggal.

“Dengan menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mengungkap isi dan sifat lapisan pelapis amphorae, kami telah mendorong kesimpulan lebih jauh dalam pemahaman praktik kuno daripada hanya dengan menggunakan pendekatan tunggal,” papar para peneliti lagi dalam makalahnya.