in

Penjelasan Ilmiah Sehingga Bayi Tampak Lucu

Ilustrasi bayi. Foto: Pixabay

Bayi identik dengan hal-hal imut dan lucu seperti mata besar, pipi bulat, tangan dan kaki bak unyil dan roti sobek, kulit mulus, suara halus. Bagaimana penjelasan ilmiahnya?

Berdasarkan laman Penn State University, Pennsylvania, AS, profesor antropologi biologi dan perkembangan manusia Jeffrey Kurland mengatakan bahwa jawabannya terletak pada evolusi.

“Kita secara inheren tertarik pada serangkaian karakteristik tertentu, termasuk kepala besar dan simetris, mata besar, mulut kecil, dan hidung kecil,” kata dia.

Menurut teori evolusi Darwin, individu dari spesies tertentu akan menunjukkan sifat baru jika sifat itu memberikan keuntungan bertahan hidup, meningkatkan peluangnya untuk matang secara seksual dan sukses bereproduksi.

Tapi apa hubungannya konsep kesintasan yang paling pas alias ‘survival of the fittest’ dan menjadi imut?

Kurland mengajukan dua skenario. Pertama, pernah ada nenek moyang perempuan kita pernah punya ‘penampilan yang berbeda’ dari pendahulunya, yang kemungkinan akibat dari mutasi genetik acak.

Perubahan itu membuat para perempuan lebih memilih bayi yang masuk kategori imut dan lucu. Mereka kemudian mewarisi pilihan itu kepada generasi seterusnya.

Para bayi yang imut kemudian lebih punya kesempatan untuk bertahan dan keturunan mereka pun mewarisi sifat lucu dan preferensi tentang hal-hal yang imut. “Karena dua sifat itu terkait, sifat-sifat itu (imut, lucu) meningkat dalam populasi,” kata Kurland.

Kedua, lanjut Kurland, salah satu nenek moyang perempuan terlahir dengan preferensi sesukanya soal bayi yang imut. Bagi mereka, ada bayi yang memang terlihat lebih baik. Para nenek moyang lalu lebih memerhatikan dan peduli kepada bayi yang masuk kategori itu.

Dalam skenario ini, bayi tidak hanya terlihat lebih imut, tapi juga lebih baik dari sudut pandang evolusi. Menurut Kurland, bayi yang menampilkan fitur imut sebenarnya mungkin lebih sehat dan saat dewasa lebih menarik secara seksual.

Mereka akan lebih mungkin untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Kelucuan, dalam hal ini, merupakan indikator gen yang baik.

Sekali lagi, sifat kesukaan ibu dan sifat kelucuan bayi saling menguatkan. Selama beberapa generasi, para ibu terus memilih bayi yang lucu, dan pada gilirannya memperkuat preferensi mereka.

Kelucuan dan preferensi kelucuan diturunkan tidak hanya melalui keturunan perempuan, tetapi juga melalui laki-laki. Ayah, paman, dan kakak laki-laki, bibi, nenek, dan teman keluarga-akan lebih menyukai bayi yang imut.

“Dua sifat itu menyebar ke seluruh populasi,” jelas Kurland.

Hasil Studi

Seorang etolog (pakar etologi, ilmu perilaku binatang yang merupakan cabang dari zoologi) asal Austria, Konrad Lorenz memunculkan istilah Kindchenschema atau ‘sifat imut’ pada 1943.

Menurut Lorenz, fenomena itu merupakan bagian dari “taktik evolusi” bayi agar membuat orang dewasa peduli kepada mereka.

Taktik itu, kata dia, faktanya tak cuma dimiliki bayi manusia saja. Bayi-bayi hewan lainnya, seperti kucing, anjing, koala, atau ayam juga memilikinya.

Pada 2009, para ilmuwan dari University of Pennysylvania mencoba bereksperimen dengan Kindechenschema dari Lorenz. Mereka meminta 122 mahasiswa untuk menilai kelucuan dari beberapa bayi.

Hasilnya, semakin imut dan lucu seorang bayi, para mahasiswa itu semakin ingin merawatnya. Ketika melihat bayi yang lucu, tubuh orang dewasa langsung merespons dengan rasa ingin peduli.

Pada 2016, sebuah riset dibuat untuk melihat respons otak terhadap kelucuan, bukan hanya dalam hal penampilan bayi melainkan suara dan gesturnya. Hasilnya menunjukkan kelahiran bayi bisa mengubah otak orang tua.

Bukan hanya itu, kelucuan dari bayi juga bisa menimbulkan empati dan bahkan berdampak kepada moral orang dewasa. Namun, sebuah riset pada 2009 mengungkapkan perempuan lebih sensitif terhadap kelucuan bayi daripada pria.

Hal ini disebut terkait dengan faktor hormonal; perempuan muda secara biologis siap untuk melahirkan dan membesarkan, sehingga masuk akal mereka lebih responsif terhadap pesona bayi.