Kita ketahui bahwa miliaran burung bermigrasi sejauh ribuan kilometer, misalnya, antara Eropa dan Afrika, setiap tahun. Bagaimana bisa mereka tak tersesat dalam perjalanan panjang itu tanpa panduan peta atau petunjuk arah?
Perjalanan manusia terutama dalam jarak yang jauh biasanya melibatkan peta, atau di era sekarang Google Maps. Sementara, burung-burung ini melakukan perjalanan berulang pada rute yang sama untuk bersarang di kampung halamannya tanpa teknologi global positioning system (GPS).
Kecakapan navigasi yang luar biasa dari burung-burung kecil ini telah menjadi salah satu misteri abadi dalam bidang biologi perilaku.
Menurut beberapa bukti, sistem navigasi burung berupa seperangkat keterampilan bawaan yang agak rumit. Medan magnet bumi memainkan peran penting dalam proses ini, membimbing mereka ke arah yang benar.
Namun yang masih jadi pertanyaan para peneliti adalah bagaimana mereka mengetahui kapan waktunya berhenti.
“Itu mungkin seperti memakai sihir,” kata Joe Wynn, peneliti utama penelitian dan mahasiswa doktoral di Universitas Oxford, seperti dikutip dari Inverse.
Sejauh ini, para ilmuwan mengetahui ada tiga komponen medan magnet planet kita yang berperan dalam membantu burung bernavigasi selama bermigrasi.
Yakni, intensitas yang merupakan kekuatan medan magnet; deklinasi atau sudut antara utara magnet Bumi dan utara yang sebenarnya secara geografis; serta inklinasi yaitu sudut antara medan magnet Bumi dan permukaannya.
Medan magnet Bumi sendiri berubah sedikit setiap tahunnya yang seharusnya mengubah titik pendaratan para burung itu ketika migrasi. Nyatanya, burung-burung ini tetap bermigrasi ke lokasi yang tepat.
Jika burung telah mengetahui intensitas magnet meningkat saat mereka pergi ke utara, mereka seharusnya dapat mendeteksi posisi mereka pada sumbu utara-selatan di mana pun mereka berada.
Demikian pula, jika mereka mengalami nilai deklinasi yang lebih besar sebelumnya, mereka dapat mengetahui mereka lebih jauh ke timur.