Kurikulum 2013 resmi diberalih menjadi Kurikulum Merdeka. Pemerintah resmi meluncurkan Kurikulum Merdeka sejak Februari 2022 lalu. Dalam pelaksanaannya, kurikulum ini berfokus pada materi yang esensial dan pengembangan karakter Profil Pelajar Pancasila.
Walaupun sudah ada sekolah yang menerapkan Kurikulum Merdeka, tetapi masih banyak misimplementasi terkait pelaksanaannya.
Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluruskan beberapa miskonsepsi yang kerap muncul.
Berikut misimplementasi pada Kurikulum Merdeka yang disadur dari Instagram resmi Direktorat SMP Kemendikbudristek
- Ganti Kurikulum Adalah Tujuan
Miskonsepsi ini paling sering terjadi. Banyak yang menganggap dengan mengganti kurikulum berarti jadi tujuan. Padahal yang ditekankan adalah bagaimana melihat Kurikulum Merdeka sebagai alat untuk mencapai tujuan pemulihan pembelajaran.
- Hanya Bisa Diimplementasikan di Sekolah dengan Fasilitas Lengkap
Implementasi Kurikulum Merdeka tidak hanya berlaku pada sekolah dengan fasilitas lengkap. Padahal, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang fleksibel dan dapat dioperasionalkan sesuai dengan kebutuhan di sekolah mana saja, termasuk sekolah dengan fasilitas minim.
- Harus Menunggu Pelatihan dari Pusat
Miskonsepsi yang ketiga yaitu harus menunggu pelatihan dari pusat. Padahal, dalam implementasi Kurikulum Merdeka, satuan pendidikan dan jugaguru dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitasnya secara mandiri.
- Terdapat Penerapan Kurikulum Merdeka yang Benar atau Salah Secara Absolut
Banyak yang memiliki persepsi tentang penerapan Kurikulum Merdeka yang benar ataupun salah secara absolut. Padahal, setiap satuan pendidikan mempunyai karakteristik yang berbeda, sehingga Kurikulum Merdeka pada satu sekolah tidak akan sama dengan sekolah lainnya.
Dengan itu, benar atau salahnya penerapan Kurikulum Merdeka bukanlah absolut, melainkan kontekstual.
- Proses Instan
Banyak yang berpikiran bahwa dalam proses belajar mengimplementasikan Kurikulum Merdeka bisa dilakukan secara instan. Padahal tidak ada proses belajar yang instan, terlebih lagi untuk hal yang sekopleks penerapan kurikulum baru dalam mengubah cara mengajar di dalam kelas.