Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi salah satu provinsi yang terkenal dengan ajang pacuan kuda. Adapun ajang balapan ini kerap digelar di beberapa kabupaten seperti Sumba Timur dan Timor Tengah Utara (TTU).
Di TTU, perhelatan pacuan kuda biasanya digelar di Kota Kecil Wini, tepatnya di area wisata Tanjung Bastian. Bupati TTU Juandi David mengatakan pacuan kuda juga menjadi ajang bergengsi. Bahkan setiap tahunnya, pemerintah menggelar acara pacuan kuda setidaknya sebanyak tiga kali.
“Selain sebagai objek wisata bahari, Tanjung Bastian juga sekaligus merupakan tempat pacuan kuda untuk Kabupaten TTU. Setiap tahun hampir 3 kali kita melakukan pacuan kuda di Tanjung Bastian. Ada juga pacuan kuda yang tingkat provinsi terkadang dilakukan di Wini,” ungkapnya, dikutip dari Detik, Jumat (2/9/2022).
Selain menjadi ajang bergengsi, Juandi menyebut pacuan kuda juga menjadi salah satu upaya pemerintah memotivasi masyarakat untuk mengurangi kegiatan jual beli kuda. Alih-alih menjual kuda, ia menyebut masyarakat dapat memanfaatkan ajang ini untuk memamerkan kemampuan kuda yang telah mereka rawat.
“Jadi, pacuan kuda itu merupakan motivasi juga untuk masyarakat supaya masyarakat sadar kuda itu punya peranan luar biasa. Sehingga mereka (sadar untuk) jangan jual bikin habis kuda karena kuda kalau tidak ada kegiatan pacuan masyarakat akan menjual kuda. Tetapi dengan adanya pacuan, masyarakat akan memelihara kuda sebanyak-banyaknya dan kuda yang terbaik akan dirawat,” katanya.
“Dan itu juga akan menjadi satu pendapatan untuk masyarakat karena pacuan ini tidak hanya ikut pacuan saja, tapi juga butuh juara. Dan biasanya (hadiah untuk) juara-juara itu juga sangat bagus sehingga masyarakat antusias dan memelihara kuda agar tampil baik agar bisa dapat juara dan bisa menikmati hasil dari juara,” imbuhnya.
Lantaran menjadi ajang bergengsi, tentunya kuda yang dilombakan tak bisa sembarang kuda. Salah satu pemilik kuda, Muhammad Al Fatih menyebut kuda pacuan harus terus dilatih lantaran tingkat kompetisinya tinggi.
“Namanya main pacuan kuda kan semua (peserta) sudah rawat bagus, jadi tingkat kompetisinya tinggi sekali. Jadi di sini uji-uji perawatan, tinggal tunggu siapa yang rezeki (menang),” katanya.
Pria yang pernah memenangkan ajang pacuan kuda di Piala Bupati ke-18 ini pun mengatakan selain dilatih, kuda pacuan juga perlu dirawat ekstra. Berbeda dari kuda peliharaan yang bisa diberi makan rumput saja, kuda pacuan perlu diberi makanan khusus dan vitamin.
Seluruh perawatan ini tentunya cukup merogoh kocek. Hal inilah juga yang jadi alasan pacuan kuda menjadi ajang bergengsi. Mengingat ajang ini biasanya hanya diikuti oleh mereka yang memang hobi.
“Kalau kuda untuk pacuan itu harus kita kasih makan dedak, bran, jagung, jewel, itu makanan dicampur. Makanan itu mengandung protein tinggi, makanya diberi pakan itu supaya kondisi kudanya bagus. Karena kalau dia berpacu nanti kan butuh kondisi fisik yang prima. Jadi, untuk mendapatkan fisik semacam itu dibutuhkan makanan yang mengandung gizi yang bagus, begitu juga vitamin,” katanya.
“(Biaya perawatan) satu ekor kuda itu dibutuhkan sekitar Rp2-3 juta per bulan. Kalau untuk hadiah sebenarnya tidak banyak. Kalau dibandingkan dengan biaya rawat tidak seimbang. Jadi, memang hanya hobi,” ungkapnya.