in

Melirik Cara Amerika Hadapi Pemanasan Global

Ilustrasi yang terjadi jika BBM beralih ke energi hijau. Foto: Pixabay

Pemanasan global menjadi masalah sejumlah negara di dunia. Beberapa negara punya cara tersendiri dalam menghadapinya. Amerika Serikat (AS) misalnya, menggunakan nuklir dalam menangani pemanasan global.

Hal itu diungkapkan Kepala Badan Perlindungan Lingkungan AS (EPA) Michael Regan. Ia mengatakan, teknologi nuklir canggih dapat menjadi salah satu cara melawan perubahan iklim global.

Pada Jumat (2/9), Regan dalam pertemuannya dengan Menteri Lingkungan Jepang Akihiro Nishimura, mengatakan energi nuklir di kedua negara memainkan peran dan peluang untuk teknologi nuklir maju akan sangat penting jika mereka ingin memenuhi tujuan untuk meredam perubahan iklim.

“Saya pikir sains memberi tahu kita bahwa kita harus menanggapi krisis iklim dengan rasa urgensi dan energi nuklir serta teknologi nuklir telah dan dapat berperan dalam melanjutkan kontribusi nol emisi terhadap iklim,” katanya dalam pertemuan di Tokyo, seperti dikutip AP News.

Diketahui, pembangkit energi nuklir tak menggunakan bahan bakar fosil, yang memicu pelepasan karbon ke atmosfer dan memanaskan Bumi, untuk menghasilkan energi. Sumber tenaganya adalah reaksi fusi nuklir.

Namun, tetap ada kritik soal masalah keamanan, terutama jika ada bencana alam yang mengganggu reaktor. Contohnya, bencana nuklir Fukushima, Jepang.

Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida mempertimbangkan pengembangan reaktor nuklir yang lebih aman dan lebih kecil. Pernyataan ini dikeluarkan setelah Jepang selama bertahun-tahun menutup banyak pembangkit listrik di negaranya.

Kishida mengatakan Jepang perlu mempertimbangkan semua pilihan energi, termasuk nuklir, untuk meningkatkan upaya “transformasi hijau” yang akan menekan emisi gas rumah kaca sekaligus memberikan pasokan energi yang stabil.

Jepang sendiri telah berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada 2050. Sentimen anti-nuklir dan kekhawatiran keamanan meningkat tajam di Jepang setelah kehancuran pembangkit nuklir Fukushima pada 2011.

Namun, pemerintah telah mendorong untuk kembali ke energi nuklir di tengah kekhawatiran kekurangan listrik karena invasi Rusia ke Ukraina dan dorongan global untuk mengurangi gas rumah kaca.

Jepang telah menghadapi kritik karena mengatakan akan menghentikan penggunaan bahan bakar fosil pada 2050 tanpa menunjukkan garis waktu yang lebih jelas dalam pelaksanaannya.

Di sisi lain, Regan menyebut investasi teknologi nuklir adalah sebuah potensi besar dalam energi baru terbarukan (EBT).

Maka dari itu Regan dan Nishimura kini sepakat untuk bekerja sama mempercepat upaya global untuk mencapai dekarbonisasi serta menghentikan polusi plastik laut, bahan kimia, dan masalah lingkungan lainnya, seperti dikutip situs EPA.