Para ilmuwan berencana membekukan kembali Kutub Utara dan Selatan. Caranya, dengan memompa atmosfer Bumi dengan partikel mikroskopis untuk menghalangi sinar Matahari.
Ilmuwan menilai, metode tersebut adalah cara yang layak dan sangat terjangkau untuk mencegah beberapa dampak krisis iklim, meskipun mereka juga mengakui hal itu memiliki sejumlah risiko.
Dalam studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Environmental Research Communications ini, para ilmuwan menuliskan ide mereka menggunakan armada 125 pesawat militer ketinggian tinggi untuk melepaskan partikel aerosol ke stratosfer di belahan Bumi Utara dan Selatan.
Jika disuntikkan pada ketinggian 13.106 meter pada garis lintang yang kira-kira sama dengan Anchorage di Alaska selatan dan ujung selatan Patagonia, maka partikel-partikel tersebut akan melayang menuju Kutub dan menaungi permukaan di bawahnya dari sinar Matahari.
Lebih sedikit energi Matahari, berarti akan lebih sedikit panas. Jika dilakukan dengan benar, para peneliti berpendapat cara ini bisa menurunkan suhu di daerah kutub sebesar 2°C, atau kira-kira sama dengan tingkat di zaman pra-industri. Dengan demikian, suhu global pun bisa menjadi lebih rendah.
“Meski ini bisa mengubah Bumi yang memanas dengan cepat, suntikan aerosol stratosfer hanya mengobati gejala perubahan iklim, bukan penyakit yang mendasarinya. Ibaratnya, ini aspirin, bukan penisilin. Jadi ini bukan pengganti dekarbonisasi,” kata Wake Smith, penulis utama studi dan seorang ahli geoengineering dari Yale University, dikutip dari IFL Science.
“Setiap pergantian termostat global yang disengaja akan menjadi kepentingan bersama bagi seluruh umat manusia dan bukan hanya wilayah Arktik dan negara-negara Patagonia,” lanjut Smith.
Tim menyimpulkan, rencana ini akan menelan biaya USD11 miliar per tahun. Dana ini relatif kecil mengingat dampak perubahan iklim diperkirakan akan merugikan dunia dalam skala besar.
Saat ini Kutub Utara memanas lebih cepat daripada bagian lain dari planet kita karena fenomena yang dikenal sebagai amplifikasi Arktik atau amplifikasi kutub.
Namun, itu bukan alasan utama kawasan kutub menjadi sasaran dalam rencana ini. Para peneliti memilih wilayah Bumi ini karena penduduknya jarang, yang berarti relatif sedikit orang yang akan terkena dampak jika terjadi kesalahan.
Jika kalian berpikir bahwa ide untuk menghalangi Matahari adalah ide yang jahat, kalian tidak sendirian. Pada awal 2022, sekelompok ilmuwan dan sarjana pemerintahan menandatangani surat yang mendesak larangan teknologi serupa yang bertujuan mengurangi sinar Matahari masuk ke Bumi.
Langkah semacam ini memang tampak menjanjikan di tengah krisis iklim yang semakin parah. Namun sebagian ilmuwan berpendapat bahwa cara itu bisa memiliki efek knock-on yang tak terduga di seluruh dunia.
“Risiko geoengineering surya kurang dipahami dan tidak pernah dapat diketahui sepenuhnya. Dampaknya akan bervariasi di seluruh wilayah, dan ada ketidakpastian tentang efeknya pada pola cuaca, pertanian, dan penyediaan kebutuhan dasar makanan dan air,” ungkap mereka.
“Selain itu, kemungkinan spekulatif risiko geoengineering surya di masa depan menjadi argumen kuat bagi pelobi industri, penyangkalan iklim, dan beberapa pemerintah untuk menunda kebijakan dekarbonisasi,” tambahnya.