Dalam bidang pertanian, berbagai macam metode yang digunakan ileh para petani untuk bercocok tanam. Salah satunya permakultur.
Permakultur merupakan metode bercocok tanam yang menyangkut agrikultur dan dilakukan secara menyeluruh karena bergerak dalam circular economy atau close loop.
Artinya, petani menanam jenis tanaman perennial agar selalu panen tanpa harus menanamnya dari awal seperti tanaman annual.
Masalah pestisida dan pupuk dalam metode ini, Listriana Suherman, Pendiri Bandung Permaculture, mengatakan pegiat permakultur memanfaatkan limbah rumah tangga.
“Permakultur itu kegiatannya di dalam close loop, yakni mengolah limbah sendiri selain bercocok tanam. Pengolahan akan menghasilkan pupuk dan pestisida, jadi enggak perlu beli,” kata Listriana, disadur dari Kompas.com, Kamis (22/9/2022).
Dalam metode permakultur, sistem tanam yang digunakan adalah polikultur seperti yang umum terjadi dalam pertanian organik.
Listriana mengutarakan bahwa sistem polikultur dipilih karena berkaitan dengan serangan hama dan ada berbagai jenis tanaman yang ditanam dalam satu lahan.
Dengan kata lain, tanaman yang ditanam secara polikultur dalam permakultur cenderung tidak rentan hama. Listriana juga menerangkan bahwa satu jenis tanaman memiliki jenis hama tertentu yang menyukainya.
Jika seseorang menanam satu jenis tanaman dalam lahan satu hektare, misalnya, mereka bisa mengalami kerugian karena semua tanaman akan habis diserang hama. Begitu pula dengan lahan yang hanya menanam dua jenis tanaman.
“Kalau kita dalam satu lahan menanam hanya dua jenis, tetap ada kemungkinan habis karena ada dua jenis hama yang rebutin. Kalau polikultur, banyak jenis tanaman,” tutur Listriana.
Listriana mengungkapkan bahwa ia memiliki bedeng berisi 10 jenis tanaman yang berbeda. Memiliki jenis tanaman yang berbeda-beda dapat membuat hama bingung.
“Hamanya bingung, berantem nantinya karena si hama ini bukan berarti mereka berteman dengan jenis hama lainnya. Jadi, hama tanaman A ribut dengan hama tanaman B. Itu fungsi polikultur,” ujar Listriana.
Pada metode ini juga dikenal dengan adanya companion plant atau penanaman pendamping merupakan praktik menanam tanaman yang berbeda secara bersamaan untuk saling menguntungkan.
Ada banyak manfaat menerapkan praktik ini. Tanaman dapat menarik serangga penyerbuk yang bermanfaat, mencegah hama, dan bertindak sebagai penolak serangga.
Tanaman juga berperan dalam kesuburan tanah dengan meningkatkan suplai, ketersediaan, dan serapan hara dari dalam tanah.
Ketika menanam jagung dengan selada, misalnya, jagung yang merupakan tanaman tinggi berfungsi memberi naungan pada selada yang tidak bisa tumbuh baik di bawah sinar matahari penuh.
Listriana mengatakan bahwa tanaman yang ditanam secara permakultur, yang menggunakan sistem tanam polikultur, cenderung tidak rentan hama karena penerapan penanaman pendamping.
“Kalau di permakultur namanya companion plant. Mereka yang akan melindungi tanaman utama dari hama,” papar Listriana.
Contoh tanaman pendamping yang kerap dihadirkan dalam permakultur adalah tanaman aromatik yang menyengat. Jika manusia terganggu dengan aromanya, begitu pula hama.
Beberapa di antaranya adalah daun bawang, seledri, kemangi, mint, atau oregano. Bahkan, tanaman bunga seperti zinia dan marigold juga bisa dijadikan sebagai tanaman pendamping.
“Dia bunganya gonjreng. Hamanya tertarik karena bunganya warna-warni. Itu companion plant. Itu fungsinya mengelabui hama, baik dari sisi aroma atau warna,” tutup Listriana.