Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, (Dirjen Dikdasmen) Iwan Syahril mengungkap sosok inspirasi di balik konsep Kurikulum Merdeka Belajar.
Praktisi pendidikan itu menyatakan, konsep merdeka belajar terinspirasi dari Bapak Pendidikan yang tak lain adalah Ki Hajar Dewantara. Seratus tahun lalu, Ki Hajar Dewantara mendirikan sekolah dengan nama Taman Siswa pada tahun 1922.
Ki Hajar Dewantara selalu menempatkan siswa sebagai prioritas dalam pendidikan. Dengan demikian, Iwan menyebutkan bahwa mereka bekerja di ranah pendidikan haruslah memiliki hati yang murni untuk mendedikasikan perhatian, komitmen kepada siswa.
Ia menyatakan, sistem ini memiliki konsep berhamba pada sang anak yang berarti sebagai seorang pendidik maka mereka harus menempatkan siswa sebagai prioritas dalam kegiatan apapun.
Iwan juga bercerita, kala itu, Ki Hajar Dewantara terinspirasi oleh Maria Montessori. Seorang pendidik, ilmuwan, serta dokter berkebangsaan Italia. Maria Montessori mengembangkan sistem pendidikan yang memberikan kebebasan bagi siswa.
“Ia (Ki Hajar Dewantara) terinspirasi oleh Maria Montessori,” jelas Iwan saat menghadiri acara Shaping The Next 50 Years, diadakan dalam rangka memperingati HUT Ogilvy Indonesia yang ke-50 beberapa waktu lalu.
Terinspirasi dari Ki Hajar Dewantara yang menjadikan Montessori sebagai role modelnya, itulah yang menjadikan Kurikulum Merdeka Belajar memberikan kesempatan pada siswa untuk bereksplorasi.
Iwan juga menjabarkan, Indonesia telah menghapus sistem Ujian Nasional yang hanya berfokus pada materi pembelajaran dan hafalan.
Seperti yang kita ketahui, Kurikulum Merdeka Belajar adalah kebijakan pengembangan yang dikeluarkan Kemdikbudristek untuk pembelajaran peserta didik di sekolah.
Kebijakan Merdeka belajar menjadi langkah untuk mentransformasi pendidikan demi terwujudnya Sumber Daya Manusia (SDM) unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila.
Kurikulum ini juga dikenal dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk mendalami konsep dan menguatkan kompetensi.
Menurut Iwan, dalam Kurikulum Merdeka Belajar, guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar sehingga pembelajaran dapat disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat peserta didik.
Guru juga bisa membuat proyek untuk menguatkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah.
Proyek tersebut tidak diarahkan untuk mencapai target capaian pembelajaran tertentu, sehingga tidak terikat pada konten mata pelajaran.