Demam budaya pop Korea Selatan atau Hallyu Wave memang tengah melanda Indonesia. Namun, tahukah kamu ada sebuah desa di Indonesia yang menggunakan aksara Korea (hangeul) untuk berkomunikasi sehari-hari? Bahkan, penulisan hangeul juga digunakan di papan yang menunjukkan nama jalan hingga nama institusi.
Di Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, sebuah desa bernama Karya Baru menggunakan hangeul dalam sistem penulisan mereka. Hampir semua penduduk desa bahkan mampu menulis hangeul. Kenapa? Tentu ini bukan disebabkan demam hallyu wave.
Penyebabnya tak lain karena bahasa lokal penduduk yang bernama Cia-Cia tidak memiliki sistem penulisan yang mendukung penuturnya untuk mempertahankan cara pengucapan dalam bahasa tersebut. Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, bahasa Cia-Cia tidak memiliki aksara sendiri serta merupakan bahasa tutur yang tidak dilengkapi budaya tulis.
Pada tahun 2000 silam, Wali Kota Baubau, MZ. Amirul Tamin berusaha untuk melestarikan bahasa Cia Cia agar tak tergerus eksistensinya dengan bahasa mayoritas. Aksara Arab dan Wolio, bahasa mayoritas di Buton, pun sempat dipertimbangkan sebagai aksara untuk bahasa Cia Cia. Namun, ternyata tidak semua bunyi konsonan dalam bahasa Cia Cia bisa ditulis ke dalam aksara Arab.