Prokastinasi atau kegemaran menunda pekerjaan dinilai mendatangkan risiko negatif terhadap kesehatan mental dan fisik seseorang. Jika dahulu, kegemaran menunda pekerjaan ini akan beresiko terhadap performa seseorang, entah dalam pekerjaan atau pendidikan, kini temuan studi justru memaparkan bahwa kebiasaan ini mendatangkan risiko kesehatan.
Dikutip dari laman Science Alert, sebuah penelitian yang diterbitkan di JAMA Network Open menunjukan bahwa prokastinasi yang lebih tinggi berkaitan dengan risiko gejala depresi, kecemasan, dan stress yang lebih tinggi pula.
Penelitian ini awalnya bertujuan untuk menyelidiki apakah seseorang yang menunda-nunda pekerjaan memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk. Kemudian penelitian dilakukan dengan melibatkan 2.587 responden yang mengisi kuesioner dan mendapatkan tindak lanjut 9 bulan kemudian.
Untuk memahami hasilnya, penelitian ini kemudian membandingkan hasil kesehatan para responden yang gemar melakukan prokastinasi dengan mereka yang tidak. Hasilnya, tak cuma berdampak pada kesehatan mental saja.
Responden yang lebih sering menunda pekerjaan mereka juga dilaporkan mengalami nyeri bahu atau lengan, kualitas tidur yang buruk, lebih banyak kesepian dan kesulitan terhadap keuangan.
Meski hasil ini dimungkinkan melibatkan banyak faktor lain, tetapi hasilnya menunjukan bahwa perilaku prokastinasi mengarah pada meningkatnya masalah kesehatan mental dan gaya hidup yang buruk. Selain itu, tidak ada penyakit khusus yang diasosiasikan dengan tindakan prokastinasi.
Kabar baiknya, kebiasaan melakukan prokastinasi bisa diobati dengan terapi perilaku kognitif. Di mana orang-orang yang gemar menunda-nunda pekerjaan akan diajak untuk memecah tujuan jangka panjang mereka menajdi lebih pendek.
Kemudian, mereka juga diajarkan untuk mengelola faktor gangguan seperti ponsel, serta dilatih untuk tetap fokus pada pekerjaan yang dikerjakan.