Satu pola makan belum tentu akan bekerja optimal untuk semua orang. Namun menurut peneliti kesehatan dan pakar Keto, Chris Irvin, yang menghabiskan beberapa tahun untuk mempelajari diet ketogenik, menyebut diet rendah karbohidrat dan keto merupakan pendekatan yang tepat untuk semua orang.
Namun kemudian, Irvin membantah pernyataan tersebut setelah ia bekerja dengan atlet profesional dari seluruh dunia. “saya menyadari bahwa saya salah,” kata dia.
Ia menyadari bahwa kebutuhan nutrisi akan terus berubah tergantung pada tujuan, kebutuhan, dan gaya hidup individu yang unik. Berikut tiga faktor yang perlu dipertimbangkan saat mencari pola makan optimal.
Tujuan pribadi
Tujuan pribadi Anda akan memengaruhi pola makan ideal. Umumnya kamu cenderung mengikuti pola makan yang lagi tren tanpa meluangkan waktu menilai apakah hasil dari diet yang kita cari. Ini bisa menjadi bumerang.
Jika tujuan utama kamu adalah meningkatkan kinerja kognitif, maka diet yang ditujukan untuk menurunkan berat badan bukan pendekatan yang terbaik. Jika tujuan Anda mengendalikan gula darah, maka diet pembentuk otot dengan kelebihan kalori tidak akan membuat kamu lebih dekat dengan tujuan kamu.
Bio-individualitas
Manusia unik dengan segala perbedaan dalam genetika, biokimia, dan status kesehatan. Inilah alasan mengapa pendekatan nutrisi yang dipersonalisasi, berdasarkan bio-individualitas sangat penting. Walau begitu, ada prinsip diet tertentu yang menguntungkan hampir semua orang, seperti menghindari gula, membatasi minyak, dan mengonsumsi protein dan lemak berkualitas. Di luar itu, respons individu terhadap pola makan yang berbeda bisa sangat bervariasi.
Ada beberapa alasan mengenai variasi ini; salah satunya adalah genetika. Genetika juga memainkan peran dalam hal-hal seperti bagaimana menanggapi diet, seberapa sensitif terhadap bahan kimia pertahanan tanaman, bahkan apakah bisa mengakses nutrisi tertentu yang ditemukan dalam makanan yang dimakan.
Gaya hidup
Gaya hidup juga akan memengaruhi rencana nutrisi yang kamu pilih. Hanya karena pola makan itu baik bagi banyak orang, bukan berarti itu akan cocok dengan rutinitas kamu. Misalnya intermitten fasting menjadi alat yang efektif untuk menurunkan berat badan karena dapat memicu defisit kalori. Namun, ada banyak cara lain untuk menginduksi defisit kalori, yaitu dengan menghitung kalori.
Jika tujuan kamu untuk menurunkan berat badan, maka pendekatan yang kamu pilih harus didasarkan pada gaya hidup kamu. Seperti kata Andrew Huberman, di podcast baru-baru ini.
“Apakah kamu lebih suka makan setengah muffin untuk sarapan atau melewatkan sarapan sama sekali?” Belum tentu ada jawaban yang benar atau salah, itu benar-benar tergantung pada preferensi pribadi.