Perayaan Idul Fitri berlangsung hanya satu hari di Burma. Masyarakat Burma, menyebut hari itu sebagai Idul Ka Lay atau Idul Nei’ atau Shai Mai Idul Fitri. Muslim Burma sebagian besar tergabung dalam Islam Sunni di Sekolah yurisprudensi Hanafi.
Sebelumnya selama berpuasa, pemuda muslim Burma mengorganisir tim penyanyi yang disebut Jago, dalam bahasa Hindi dan Urdu berarti bangun. Kelompok ini biasanya ada di desa-desa besar dan kota-kota kecil dengan populasi muslim yang layak.
Tim Jago biasanya tidak menggunakan alat musik untuk membangunkan warga sahur, namun sesekali mereka menggunakan organ mulut harmonika. Para pemuda ini akan berkeliling lingkungan sebelum matahari terbit untuk membangunkan warga muslim.
Kadang-kadang kelompok Jago ini juga akan berkunjung ke rumah warga sesama muslim pada Idul Fitri, di mana mereka disambut dengan sumbangan uang dan makanan.
Selama Idul Fitri ucapan tradisional yang kerap terdengar hanyalah ucapan Islam yang populer, yakni Assalamualaikum. Salam kemudian dilanjutkan dengan meletakkan tangan kanan di dahi, seolah-olah sedang memberi hormat. Tidak ada jabat tangan dan jarang ada pelukan formal.
Makanan dan hadiah sering ditawarkan kepada kerabat yang lebih tua dan bahkan kepada otoritas pemerintah dan atasan mereka yang non-muslim. Tetua Muslim Burma akan memberikan hadiah Idul Fitri kepada anak-anak sementara pakaian baru biasanya diberikan kepada anggota keluarga dan rekan kerja.
Anak-anak akan menerima sejumlah uang, bahkan dari orang asing, terutama jika mereka berkeliling lingkungan membentuk kelompok hanya untuk tujuan mengumpulkan Idul Fitri. Tidak jarang pemuda dan anak-anak berkeliling memberikan salam salaam kepada kerabat yang dituakan, orang tua, dan sesepuh masyarakat lainnya.