Di Indonesia tempe menjadi pangan tertua dalam sejarah masyarakat Jawa. Serat Centhini sebuah buku yang diterbitkan pada abad ke 16, menunjukkan bahwa tempe telah diproduksi dan dikonsumsi pada saat penerbitannya.
Tempe mungkin diperkenalkan oleh masyarakat Cina yang membuat produk serupa, koji kedelai, yaitu kacang kedelai yang dikupas dan difermentasi dengan jamur Aspergillus.
Penggunaan Rhizopus sebagai starter tempe di Indonesia mungkin karena adaptasinya yang lebih baik dengan iklim Indonesia. Referensi paling awal tentang tempe oleh orang Eropa muncul pada tahun 1875 dalam kamus bahasa Jawa Belanda.
Popularitas tempe di Jawa dan penyebarannya ke bagian lain Indonesia dan negara-negara lain di dunia dimulai pada abad ke 20. Pada tahun 1970 an, saat itu daun pisang sebagai wadah pembuatan tempe diganti dengan penggunaan kantong plastik.
Di Eropa tempe dikenal melalui Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Pada tahun 1895 ahli mikrobiologi dan ahli kimia Belanda Prinsen Geerligs melakukan upaya pertama untuk mengidentifikasi kapang tempe.
Perusahaan tempe di Eropa pertama muncul pada tahun 1931, pengenalan ini dimulai di Belanda oleh imigran dari Indonesia.
Di USA tempe baru dikenal sejak tahun 1946. Pada tahun 1960 an muncul minat baru terhadap tempe dengan adanya penelitian tentang tempe pada tahun 1961. Saat itu Mary Otten adalah orang pertama yang mulai membuat tempe.
Pada tahun 1940, tempe diperkenalkan di Zimbabwe. Tetapi saat hal tersebut dilakukan para penduduk setempat kurang berpengalaman tentang makanan fermentasi.