in

Ekonomi Lesu, Inflasi di Inggris Masih Tinggi

Downing Street 10 menjadi tempat tinggal Perdana Menteri Inggris (Foto: Daily Sabah)
Downing Street 10 menjadi tempat tinggal Perdana Menteri Inggris (Foto: Daily Sabah)

Perekonomian Inggris lesu selama kuartal pertama tahun ini akibat daya beli masyarakat yang rendah. Hal ini lantaran inflasi yang masih tinggi di Britania Raya.

GDP Inggris sendiri sebenarnya mengalami kenaikan 0,01% selama 3 bulan pertama di tahun 2023 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Namun, ada tren penurunan dari berbagai sektor jasa sebanyak 0,3% di bulan Maret, dibandingkan dengan Februari.

Direktur Otoritas Statistik Britania Raya (ONS), Darren Morgan menyebut bahwa berbagai aksi demo yang dilakukan oleh pekerja dari sektor publik juga ikut berkontribusi pada hal ini.

“Inflasi yang melambung tinggi, pertumbuhan gaji yang lamban dan tekanan biaya kebutuhan hidup yang semakin membebankan konsumen berdampak pula pada industri jasa yang biasanya menjadi kunci utama pertumbuhan ekonomi Inggris,” ujar Victoria Scholar yang merupakan Kepala Perusahaan jasa investasi daring, Interactive Investor.

Sebagai informasi, inflasi di Inggris tercatat mencapai lebih dari 10% pada Maret tahun ini. Tentunya ini berdampak pada pengeluaran rumah tangga pada kuartal pertama tahun 2023, dibandingkan dengan kuartal akhir 2022.

Bank Sentral Inggris (BoE) sendiri telah menaikan suku bunga sebanyak 12 kali berturut-turut untuk menekan laju inflasi. Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Inggris diharapkan bisa naik hingga 0,25% pada tahun ini dan 0,75% di tahun depan.

Dengan kondisi ini, Inggris menjadi satu-satunya negara G7 dengan GDP per kuartal yang belum bangkit sebagaimana kondisi pra-Covid.