in

Seperti Menguap, Tertawa Juga Menular, Kok Bisa?

Alasan ilmiah tertawa mudah menular.

Tertawalah maka dunia akan ikut tertawa bersamamu. Pernah mendengar kalimat tersebut? Kalimat tersebut adalah sebuah petikan dari puisi legendaris tulisan penulis Amerika, Ella Wheeler Wilcox.

Nampaknya, kalimat tersebut bukan sekadar kalimat puitis belaka. Di baliknya, ada fakta ilmiah yang menyebutkan bahwa tertawa memang bisa menular. Seperti menguap, kita cenderung bisa ikut tertawa saat melihat orang lain tertawa, meski leluconnya tidak kita anggap lucu. Tetapi, mengapa?

Jawabannya ada pada daerah kortikal premotor di otak. Dikutip dari laman Science ABC, kortikal premotor adalah wilayah di otak yang bertanggung jawab atas bagaimana seseorang bereaksi terhadap suara. Bagian ini akan memunculkan perbedaan otot di wajah saat memberikan reaksi terhadap suara tertentu.

Sebuah penelitian pernah melakukan eksperimen terhadap sukarelawan dengan memainkan suara berbeda untuk mereka. Kemudian penelitian yang dilakukan oleh University College of London ini juga mengukur reaksi otak terhadap suara tersebut.

Hasilnya, respons lebih tinggi akan terbentuk pada suara yang positif, seperti suara tertawa dan merayakan kemenangan. Sedangkan respon rendah akan muncul pada suara negatif seperti jeritan dan juga suara muntah. Penelitian ini menunjukkan bahwa manusia lebih rentan terhadap suara tawa dibanding suara negatif.

Kesimpulannya, ini bisa menjelaskan mengapa kita juga ikut tertawa secara tak sengaja saat melihat orang lain tertawa. Respon semacam ini tentu menguntungkan karena tertawa memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia.